MANUSIA ITU HAMBA

menjadi manusia memang harus

tahu diri dan bercermin diri, berkali-kali

betapa sehebat dan sekuat apapun manusia 

ia hanyalah tetap seorang hamba

yang sehakikinya tidak punya hak dan kuasa

mengatur alur nasib dan keluar masuknya nafas yang dikomandoi jiwa 

manusia tak bisa loncat lepas dari kontrak takdir yang ia tandatangani bersama Tuhan

akibatnya, ia hanya lepas bebas dalam kaca mata diri yang kasat mata

tetapi setalinya adalah terikat rantai takdir serupa posisi seorang budak sahaya,

yang harus tunduk di hadapan Tuhan, sujud mengikuti thawaf KehendakNya

lalu ia hanya bisa berciak-ciak laksana anak ayam ketika ia dalam kelinglungan 

lalu ia hanya bisa bergumul dengan rencana dan ikhtiar tanpa tau seperti apa ujung proses yang ia tunggangi

manusia hanya dibantu oleh semangat, harapan, yang bertali temali dengan akal dan hati nurani

bahwa apabila ia terlampau melepaskan semangat dan harapannya maka itu akan dipandang nafsu

bahwa apabila ia terlampau mengetatkan semua itu dalam pengorong imani maka ia hanyalah sebongkah mesin yang hidup hanya untuk kematian saja.

manusia harus memilih pengorong yang terakhir itu

sembari meninabobokan harapannya untuk tidak bangun sebagai singa yang mengaum

namun menjadikannya seperti kupu-kupu yang sayap indah dan terbang lepas, meski tak tinggi dan terbatas, sembari menjadi sumber inspirasi bagi lingkungannya

dan sungguh inilah tamsil manusia yang berhasil

yang hidup dalam koridor kehambaan

yang hidup demi sebuah keabadian yang masih berupa rema fiksi tapi mesti diyakini 

manusia itu adalah aku,

yang masih berjuang untuk masuk dalam kepongpong

karena tubuhku teramat besar akibat nafsu yang membumbung bak raksasa

dan menunggu air hujan membasahi tubuh ini sehingga melicinkannya, lalu bisa masuk ke kepompong itu 

hingga membiarkan ayat-ayat Tuhan meninabobokan hibernasiku

hingga fajar datang menyingsing, 

serupa apa aku setelahnya? 

ah, takdirku...!

aku hanya sebatas manusia yang baru tahu diri: 

aku seorang hamba sahaya saja atas diri dan Tuhanku!

Labuapi, 5 April 2020