CAHAYA

Cahaya, 
Tak ada rupa yang bisa dibaca
Jika engkau tak menyinari ruang di mana rupa itu mewujud
Yang ada hanya gulita pekat yang memaksa pikiran dan rasa bekerja keras meraba lalu menerka
Tentang bagaimana sang rupa itu tersuguh
Di balik alphanya mata yang sekadar jadi penyeka peluh dengan gerik kerdipan saja

Cahaya,
Engkaulah yang menjadi mula Ada yang sebelumnya Tiada di alam Ijsan dan Misal manusia
Engkaulah yang menjadi penanda Kun yang kemudian menghadirkan Fayakuun
Sehingga denganmu keadaan berwarna warni sebagai Kalam, sumber aksioma dan formula para cendikia
Jikalah engkau tak mengada, puja puji tak mampu menjadi rapalan bathin setiap insan yang ihsan

Cahaya,
Sesungguhnya karena engkau rasa yang mempercaya memiliki cinta,
Cinta yang hidup dengan sendirinya, yang tak hendak menguasa, namun hadir secara khalas kepada jantung dan nadi yang menyambungkan alir darah dengan semestinya
Cinta yang menderas laksana magma yang meluruh di dalam jiwa
Lalu berdegup hingga berpijar menjadi lava tatkala engkau, Cahaya, mampu memantiknya sebagai sosok berserah 

Cahaya,
Engkaulah Nur serupa Miskat temaram di tengah ruang berjelaga
Yang menggantang buritan kedamaian di pelabuhan senja
Yang mengubah putik pengetahuan menjadi buah pencerahan
Yang menjembatani riak fantasi menuju larik inspirasi
Yang menghadirkan Muhammad dalam Adam yang Ahmad sepanjang siklus jihad diri yang suka berwasilah.

Mataram, 4 Desember 2021
CAHAYA CAHAYA Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Desember 04, 2021 Rating: 5

Post Comments

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.