Esai: FRAGMEN IDEAL “JAGAD PIKIR” CALON GUBERNUR NTB


Umar Kayam (alm.), sastrawan sekaligus budayawan kenamaan Indonesia, pernah menulis sebuah novel masterpiece berjudul Para Priyayi. Melalui novel ini, ia mencoba menjelentrehkan konsepsi kepriyayian yang diagung-agungkan dan telah mendarah-daging dalam masyarakat Jawa. Gambaran kepriyayian itu jelas-jelas terlihat dari sejumlah tokoh dalam novel tersebut yang dalam teknik penceritaannya kemudian masing-masing tokoh seakan lepas dari tokoh lainnya. Padahal sebenarnya masing-masing merupakan satu bagian dari sebuah keluarga yaitu keluarga Soedarsono plus anak angkatnya bernama Lantip.
Sang penulis cukup jeli dalam menempatkan posisi tokoh Lantip di antara para tokoh lainnya di mana Lantip, yang nota bene seorang anak angkat serta pekerjaannya sebagai pelayan atau pembantu dalam keluarga tersebut ternyata berperan sangat sentral hingga bagian denouement cerita novel ini. Bukan hanya sebagai tokoh utama, ia seakan-akan sebagai penyimpul atau catatan kunci terhadap konsepsi kepriyayian pada setiap peristiwa yang dilakoni tokoh-tokoh lain yang ditampilkan sebelumnya. Intinya, Lantip-lah pada akhirnya yang pantas dan layak disebut sebagai seorang priyayi. Dialah, kendatipun kelas sosialnya rendah dibanding tokoh-tokoh yang lain, sejatinya berhak menyandang label sang priyayi sejati.
Hal ini disebabkan karena Lantip sanggup memberi pelayanan terbaik tanpa pamrih kepada tokoh-tokoh lain atau anggota keluarga majikannya, yang tentu acap kali bersikap kasar kepadanya. Akan tetapi ia sama sekali tidak memperlihatkan reaksi egoismenya (seperti rasa dendam dan membangkang) tatkala ia diperlakukan sedemikian itu. Bahkan Lantip justru semakin tahu diri siapa dan untuk apa dirinya (di)hadir(kan) di antara mereka. Yaitu, dia adalah seorang pembantu dan hadir untuk melayani orang-orang di sekitarnya.

Karakter Pemimpin
Bertumpu pada sekilas fragmentasi tokoh Lantip dalam novel di atas, maka seseorang yang hendak menjadi  pemimpin atau gubernur Propinsi NTB paling tidak harus mempunyai dua macam karakter yang melekat dalam dirinya yakni ikhlas dan tangguh. Ikhlas berarti gubernur itu telah rela mengesampingkan kehidupan pribadinya serta menanggalkan atribut dan kepentingan partai atau golongannya hanyalah demi melayani dan memenuhi tuntutan serta kebutuhan segenap masyarakatnya. Dengan kata lain, ia menyadari penuh bahwa dengan menjadi pemimpin NTB 1 ia sebenarnya tengah berposisi sebagai seorang pelayan atau babu yang terus-menerus memberi pelayanan tanpa kenal lelah bagi masyarakat NTB, bukan sebaliknya sebagai orang yang harus dilayani dan minta diberi fasilitas istimewa terus-menerus.
Sementara dengan karakter tangguh, sang gubernur ini memiliki  keberanian untuk membuat keputusan dan kebijakan demi perbaikan hidup rakyatnya serta siap siaga menghadapi berbagai resiko, tantangan dan resistensi atas sikap, keputusan dan kebijakan yang telah diambilnya. Dalam hal ini atas keyakinannya terhadap kebijakan yang diambil itu dia tetap kokoh dan konsisten menjalankan tugas demi progresivitas dan akselerasi kebijakan yang telah dicanangkan sebelumnya itu. Tidak bersikap maju-mundur atau ragu dalam menjalankan kebijakannya karena takut popularitasnya merosot di mata masyarakatnya. Sebaliknya dengan ketangguhannya, pemimpin ini bisa membangun kenyamanan dan kepercayaan penuh dari rakyatnya.

Landasan Visi
Visi esensinya sebuah jagad pikir yang mempengaruhi serta memotori sesorag di dalam bersikap dan bertindak. Lantas, apabila visi diyakini sebagai sebuah gambaran ideal, cita-cita, tujuan, atau target yang diharapkan untuk dicapai di waktu mendatang, maka tentu setiap calon atau bahkan bakal calon gubernur NTB yang sudah banyak bermunculan pada saat sekarang ini harus mempunyai visi yang jelas, terarah dan terukur bagi kehidupan dan kemajuan propinsi ini di masa-masa yang akan datang. Dengan kata lain, ukuran kepantasan seorang calon gubernur janganlah semata-mata diukur dari sisi kefiguran saja seperti dengan membangun mitos figur melalui persebaran poster, baliho atau foto di mana-mana, melainkan ukurannya justru pada visi sekaligus misi calon itu yang sedemikian jelas itu.
Hal ini menjadi penting karena dengan adanya visi yang jelas disertai dengan dua karakter pribadi di atas paling tidak tidak tatkala sudah menjadi gubernur definitif, ia akan mampu memberi ‘keunggulan’ dalam konteks pelayanan kepentingan publik sedari awal ia memangku jabatan.   
Akan tetapi, menyimak tuntutan dan tantangan NTB di masa kini dan mendatang, kepemilikan visi bagi seorang calon gubernur ternyata belumlah cukup apabila landasan visinya tidak kompatibel dengan tuntutan dan tantangan propinsi ini. Apakah landasan visi itu? Landasan visi yang diharapkan di sini yaitu humanisme. Artinya, humanisme sebagai landasan visi ini tidak ubahnya menjadi mental construct berupa cara pandang dan sikap pemimpin ini di dalam menorehkan setiap butir kebijakan yang ditawarkan kepada masyarakatnya.
Mengutamakan kepentingan kemanusiaan serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan merupakan syarat mutlak bagi pemimpin tersebut ketika dia menggulirkan program pemerintahannya. Konkretnya, calon pemimpin ini cenderung memprioritaskan pada program pembangunan dan pemberdayaan sumber daya manusia NTB daripada pembangunan berorientasi fisik. Pembangunan sumber daya manusia ini berujung pada pembangunan karakter dan kemajuan intelektualitasnya. Untuk ini kebijakan gubernur yang terpilih dalam hal ini, misalnya, memberikan kesempatan pendanaan atau beasiswa, bagi anak-anak NTB untuk bersekolah. Hal ini, harus diakui, sudah diprogramkan meskipun belum sedemikian merata dan tersalurkan dengan adil. Selain daripada itu, memang, pembangunan dalam hal fisik bukan berarti tidak perlu, tetapi apalah gunanya pembangunan semacam ini tatkala pelaku utama atau orang yang  memegang kendali di situ ialah orang luar, bukan masyarakat asli daerah ini. Hal ini justru menimbulkan situasi yang sangat ironis, yakni membiarkan masyarakat asli hanyalah sebagai penonton ataupun penggembira saja yang tinggal menunggu waktu untuk tergilas, teralienasi dari tanah-kelahirannya sendiri.

Oleh karena itu, sebagai catatan akhir tulisan ini: memiliki karakter pribadi serta jagad pikir (visi/misi) yang jelas bagi setiap calon pemimpin NTB adalah sebuah kewajaran, akan tetapi mempunyai landasan visi humanisme yang jelas dan konkrit merupakan sebuah keharusan. Now or Never

Ditulis oleh: Dr. H. Nuriadi Sayip
Esai: FRAGMEN IDEAL “JAGAD PIKIR” CALON GUBERNUR NTB Esai: FRAGMEN IDEAL “JAGAD PIKIR” CALON GUBERNUR NTB Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on November 10, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.