Puisi: DIA (untuk sang Sahabat)


Dia itu tiba-tiba hadir
Hadir membawa setampuk senyum
Yang sejatinya telah menggersang sejak lama
Membuatku hanyut mempertanyakan lebih jauh
Siapakah dia?

Jilbabnya menggelung rapih warna warni
Entah -- sebagai media berekspresi tentang situasi jiwanya
Entah -- sebagai tanda berkomunikasi tentang keadaan dunia
Dia tetap melenga-lenga di antara kerumunan ambisi nafsu
Tanpa rasa bersalah meyeruak lugu yang spontan
Sebagai penjelasan jujur tentang dirinya:
Inilah aku!

Dia unik dalam letupan-letupan suara renyahnya
Dengan mata yang membinar sendu yang memaksa
Dengan mimik beronakan cerah yang dihidupkan
Oleh semua kosmetik yang tak tergadaikan rasa
Oleh busana yang menunjukkan angkernya otoritas
Namun aku terus bertanya:
Benarkan dia begitu?

Fisiknya menjauh namun hatinya mendekat
Tatapannya menoleh, tapi suaranya merapat
Di dalam jiwa yang sejak dahulu sedang menyesuaikan
Dia tiba-tiba hadir di hadapanku, aku terkesiap
Menantangku untuk beradu dalam pertandingan rasa
Kita pun tidak sadar begitu, lalu masing-masing berbicara gagu:
Sejauh ini kah?

Kuberdoa semoga dia benar-benar menyatu
Dengan hatinya yang patuh
Dalam semburat prinsip menyatukan sukma dan Tuhannya
Aku menghormatinya, aku menakziminya
Keraguannya adalah bahasa kemanusiaannya
Kepatuhannya adalah bahasa ketuhanananya
Biarlah itu semua berkembang  --
Panta rai! Kata para filosof kehidupan
Aku rela lela menjadi sahabatnya sementara
Sembari menanti kekasih sukmanya
Yang sejauh ini mengajarinya tentang patuh.

Sengkol, 8 Juni 2014
Puisi: DIA (untuk sang Sahabat) Puisi: DIA (untuk sang Sahabat) Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on November 10, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.