Dr. Nuriadi menganalisa “Wasiat Renungan Masa” dengan sangat dalam dan detail. Dia tidak masuk ke dalam konten karya, tapi menganalisanya dari sudut pandang sastra. Dosen Universitas Mataram ini mengkaji “Wasiat Renungan Masa” secara sastra, dari perspektif sederhana, perspektif strukturalis, bentuk dan isi.
Dr Nuriadi menganalisa “Renungan Masa Pengalaman Baru” dari tiga sisi; sisi bentuk, sisi penampilan isi karya, dan sisi penggunaan diksi. Untuk sisi pertama, dia menjawab mengapa ada frase “pengalaman baru” di dalam judul karya Maulanasyeikh itu.
“Menggunakan frase tersebut menyiratkan bahwa terdapat pergeseran atau perbedaan waktu di mana Maulanasyeikh sendiri sebagai pengarang dan pelaku telah mengalami atau menempuh dua macam waktu atau masa, yakni masa lama dan masa baru,” katanya.
Dari sisi penampilan isi karya, doktor sastra jebolan Universitas Gadjah Mada itu mengatakan Wasiat Renungan Masa terdiri atas empat macam wasiat dalam era atau waktu yang berbeda-beda. Empat macam wasiat itu adalah, wasiat pada 23 September 1976, wasiat pada 7 Oktober 1981, wasiat pada 1 Maret 1970, dan wasiat pada 28 September 1970.
Dari segi kronologi waktu, penampilan keempat macam wasiat tersebut tidak diurut sedemikian rupa. Tetapi mungkin pihak penerbit mempunyai alasan yang kuat mengapa tidak diurutkan. Salah satu alasannya adalah terkait dengan penitikberatan pada isi atau pesan yang tersampaikan pada setiap wasiat ketimbang soal teknis tersebut. “Dari sisi penggunaan diksi Maulanasyeikh cukup kreatif karena beliau menggunakan diksi yang cukup polisemik yang mengandung arti konotatif yang kuat, seperti kata cupak, kursi, piring, ranjang, dan lain-lain,” katanya.
Pembicara kedua Dr Muslihun dalam pemaparan memuji kepintaran Maulanasyeikh. Dalam karya-karyanya, pendiri Nahdlatul Wathan (NW) itu bisa menyederhakan ajaran-ajaran Islam yang sulit. Para jamaah yang dari berbagai latar belakang pendidikan mudah mengerti penyampaiannya.
“Misalnya, menjelaskan ajaran Islam melalui syair,” katanya.
Dosen IAIN Mataram ini percaya Maulanasyeikh sebagai wali. Sebagai wali, apa yang dia sampaikan di dalam wasiat itu sesuatu yang kadang susah dicerna akal sehat. “Misalnya sekarang gunjang ganjing NW 1 dan 2. Banyak orang yang pusing. Menurut saya ini sesuatu yang lumrah. Karena sudah diprediksi oleh Maulanasyeikh dalam wasiatnya. Syair itu mengatakan, seperlima abad anakku terpisah,” katanya mencontohkan.
Muslihun yang juga pernah lama nyantri di Pones NW Pancor ini kurang setuju jika dikatakan karya Maulanasyeikh sebatas pada soal keagamaan saja. “Yang utama dan menonjol, iya. Tetapi kita lihat, beliau juga bicara berbagai hal, budaya, nasionalisme, sukuisme yang harus ditinggalkan, bahkan yang seringkali menarik juga, dan saya tuangkan dalam buku saya, berkaitan dengan politik,” jelasnya.
Melihat karya Maulanasyeikh itu Muslihun mendukung usulan pemberian gelar pahlawan. Dukungan itu bukan lantaran dia pernah diajar Maulanasyeikh, tapi masyarakat NTB merasakan peran Maulanasyeikh dalam memajukan pendidikan NTB sebelum kemerdekaan Indonesia.“Kalau ada yang menganggap di NTB sulit ada pahlawan nasional, karena alasannya tak ada yang menonjol, itu salah,” katanya.
Dr Nuriadi menganalisa “Renungan Masa Pengalaman Baru” dari tiga sisi; sisi bentuk, sisi penampilan isi karya, dan sisi penggunaan diksi. Untuk sisi pertama, dia menjawab mengapa ada frase “pengalaman baru” di dalam judul karya Maulanasyeikh itu.
“Menggunakan frase tersebut menyiratkan bahwa terdapat pergeseran atau perbedaan waktu di mana Maulanasyeikh sendiri sebagai pengarang dan pelaku telah mengalami atau menempuh dua macam waktu atau masa, yakni masa lama dan masa baru,” katanya.
Dari sisi penampilan isi karya, doktor sastra jebolan Universitas Gadjah Mada itu mengatakan Wasiat Renungan Masa terdiri atas empat macam wasiat dalam era atau waktu yang berbeda-beda. Empat macam wasiat itu adalah, wasiat pada 23 September 1976, wasiat pada 7 Oktober 1981, wasiat pada 1 Maret 1970, dan wasiat pada 28 September 1970.
Dari segi kronologi waktu, penampilan keempat macam wasiat tersebut tidak diurut sedemikian rupa. Tetapi mungkin pihak penerbit mempunyai alasan yang kuat mengapa tidak diurutkan. Salah satu alasannya adalah terkait dengan penitikberatan pada isi atau pesan yang tersampaikan pada setiap wasiat ketimbang soal teknis tersebut. “Dari sisi penggunaan diksi Maulanasyeikh cukup kreatif karena beliau menggunakan diksi yang cukup polisemik yang mengandung arti konotatif yang kuat, seperti kata cupak, kursi, piring, ranjang, dan lain-lain,” katanya.
Pembicara kedua Dr Muslihun dalam pemaparan memuji kepintaran Maulanasyeikh. Dalam karya-karyanya, pendiri Nahdlatul Wathan (NW) itu bisa menyederhakan ajaran-ajaran Islam yang sulit. Para jamaah yang dari berbagai latar belakang pendidikan mudah mengerti penyampaiannya.
“Misalnya, menjelaskan ajaran Islam melalui syair,” katanya.
Dosen IAIN Mataram ini percaya Maulanasyeikh sebagai wali. Sebagai wali, apa yang dia sampaikan di dalam wasiat itu sesuatu yang kadang susah dicerna akal sehat. “Misalnya sekarang gunjang ganjing NW 1 dan 2. Banyak orang yang pusing. Menurut saya ini sesuatu yang lumrah. Karena sudah diprediksi oleh Maulanasyeikh dalam wasiatnya. Syair itu mengatakan, seperlima abad anakku terpisah,” katanya mencontohkan.
Muslihun yang juga pernah lama nyantri di Pones NW Pancor ini kurang setuju jika dikatakan karya Maulanasyeikh sebatas pada soal keagamaan saja. “Yang utama dan menonjol, iya. Tetapi kita lihat, beliau juga bicara berbagai hal, budaya, nasionalisme, sukuisme yang harus ditinggalkan, bahkan yang seringkali menarik juga, dan saya tuangkan dalam buku saya, berkaitan dengan politik,” jelasnya.
Melihat karya Maulanasyeikh itu Muslihun mendukung usulan pemberian gelar pahlawan. Dukungan itu bukan lantaran dia pernah diajar Maulanasyeikh, tapi masyarakat NTB merasakan peran Maulanasyeikh dalam memajukan pendidikan NTB sebelum kemerdekaan Indonesia.“Kalau ada yang menganggap di NTB sulit ada pahlawan nasional, karena alasannya tak ada yang menonjol, itu salah,” katanya.
Sumber: Lombok Post
Wasiat Renungan Masa, Karya Sastra Terbaik Sepanjang Sejarah NW
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
November 07, 2017
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar