Ungkapan ini kerap kali saya dengar dari kakek atau orang-orang tua di kampung saya dahulu khususnya tatkala ada acara ‘ompok-ompok’ alias ‘berarasan’ atau obrol-obrolan lepas di rumah kakek saya. Entah mengapa, saya kok sejak dulu senang sekali mengikuti pembicaraan mereka meskipun, jujur, saya kurang paham atau bahkan tidak paham sama sekali dengan omongan-omongan mereka. Namun, ucapan-ucapan mereka itu secara nirsadar ternyata memantik di dalam jiwa dan memori saya yang salah satunya adalah ungkapan tersebut, “kendeq dokep balang due”.
Faktanya memang ungkapan ini sudah berkembang, menyebar sedemikian pesat di tengah masyarakat sasak di dataran Lombok, hingga dewasa ini. Entah siapa yang menyebutnya pertama kali. Iya, sama seperti anda juga; saya pun sangsi untuk mengatakan kalau orang-orang tua yang ada di kampung saya yang menyebutnya pertama kali. Boleh jadi, ungkapan itu disebut dan disebarkan oleh generasi-generasi yang berada di atas kakek, atau orang-orang tua itu. Bila demikian, berarti ungkapan ini telah hadir melampaui ruang dan waktu bangsa sasak di Gumi Sasak Mirah Adi ini. Iya, ungkapan ini telah menjadi sebuah “model of”, meminjam istilah Prof. Sjafri Sairin dan/atau Cliford Geerzt, yang ada di ranah gagasan bangsa sasak. Adalah sebuah ide atau gagasan yang mengandung Nilai Ideal (ideal value) serta kemudian dapat menjadi “piranti” untuk mengidentifikasi sebuah perilaku seseorang yang terkandung secara metaforis dalam ungkapan dimaksud.
Sejujurnya, ungkapan “kendeq dokep balang due” ini meluncur begitu saja, setengah sadar, malam kemarin tatkala mencoba merespons sebuah wacana, intensi, atau kehendak yang akan dilakukan oleh dua kawan karib saya di rumah. Sungguh, ia keluar dengan lepasnya, tanpa bermaksud menggurui sama sekali kepada dua karib saya. Ah apalah saya! Wong saya saja sampai kini masih terus membutuhkan nasehat dan wejangan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh kakek dan orang-orang tua saya di kampung dahulu. Akan tetapi, ungkapan ini bermaksud sebatas untuk menyentuh pemikiran dua karib saya itu kalau kehendak mereka yang begitu semangat dan gigih untuk menggapai berbagai hal dalam waktu yang bersamaan. Ungkapan saya itu hanyalah sekedar mengerem spirit atau semangatnya yang menggebu-gebu bahwa, untuk kali ini, hasil yang maksimal-lah yang diutamakan ketimbang proses yang besar kemungkinan melelahkan, tak efisien serta tak efektif. Akhirnya, dua karib saya itu tertegun atas ungkapan tersebut dan sebelum mohon diri, mereka menghaturkan ‘terima kasih’ meskipun dalam hati saya mereka seharusnya berterima kasih kepada orang-orang tua saya yang telah mewariskan secara nirsadar ungkapan itu kepada saya ini.
Secara linguistik, pernyataan “kendeq dokep balang due” adalah sebuah ungkapan, sebuah frase, atau tepatnya sebuah frase idiomatis (idiomatic phrase). Adalah ungkapan yang bermakna ganda, ambigu, atau yang menyasar pada dua makna, yakni makna denotatif (denotative meaning) dan makna konotatif atau metaforis (metaphoric or connotative meaning), kendati pun makna yang kedua ini yang sejatinya lebih dititik-beratkan secara sosio-kultural. Ia terbentuk dalam pola kalimat perintah (order) atau permintaan (request) sebagaimana contoh dalam kalimat lain: (1) “kendeq/endaq lalo”, (2) “kendeq/endaq dating juluk nani” atau “jangan main-main dengan saya”, dan sebagainya. Kesemua contoh kalimat, seperti juga pada ungkapan itu, tidak memerlukan sebuah subyek (S) yang terekplisitkan di awal kalimat. Apabila ada subyek, berarti bukanlah menjadi kalimat perintah/permintaan lagi, melainkan menjadi kalimat berita atau deklaratif. Di samping itu, “kendeq” sama maksudnya dengan “endaq” atau “nenten”. Dan justru karena ada kata “kendeq” pada ungkapan tersebut, maka makna serta fungsi ungkapan ini pun kian dapat dispesifikasikan posisinya yaitu sebagai sebuah kalimat perintah/permintaan yang bermaksud untuk melarang dan mencegah.
Secara maknawi, ungkapan “kendeq dokep balang due” berarti supaya seseorang tidak usah atau tidak perlu untuk mengejar dua hal secara bersamaan, karena kenyataan ini justru akan berujung pada kesia-siaan atau ketidak-berhasilan. Hal ini, salah satunya, karena usaha atau upaya yang dilancarkan tidaklah maksimal untuk tiap-tiap soal upaya yang dilaksanakan (makna konotatif/metaforis). Kondisi semacam ini tak ubahnya seperti seorang anak yang pergi menangkap atau mengejar belalang (menepe) di suatu tempat (seperti di ladang atau di sawah). Karena belalangnya lebih dari satu, atau ada dua atau bahkan lebih, yang terbang liar lepas ke sana-ke mari menjadikan anak kecil itu kerepotan sendiri dan kebingungan belalang yang mana yang ditangkap, karena ia ingin menangkap semuanya dalam waktu bersamaan. Alhasil, kemudian, anak kecil itu pun pulang dengan tangan kosong serta rasa kelelahan begitu rupa (makna denotatif).
Untuk ini, minimal ada tiga pesan (messages) yang hendak ditawarkan di balik ungkapan pendek punya orang sasak ini, yakni: Pertama, ungkapan idiomatis itu mensyaratakan seseorang untuk berpikir dan bersikap FOKUS atau KONSENTRASI kepada satu hal ketimbang pada beberapa hal. Dengan pola pikir dan sikap seperti ini, seseorang akan dapat mengoptimalkan usaha, energi, dan starteginya pada pencapaian satu hal, serta atas ini juga, paling tidak, kesuksesan hasil akhir di ujung perjuangan akan bisa lebih dijamin kehadirannya. Kedua, ungkapan idiomatis menyasar pada nilai spiritual kepada seseorang, terutama orang sasak, bahwa ia seharusnya tidak berlaku TAMAK atau LOBA atas limpahan rejeki yang ada di depan atau sekitarannya. Sesungguhnya realitas limpahan rejeki yang ada di depan seseorang itu sejatinya adalah sebuah ‘rema-rema’ ilusif yang masih belum karuan bisa menjadi rejeki nyata baginya, terkecuali semua itu sudah ada di tangan atau ditangkap. Sebaliknya, ungkapan ini bermaksud menekankan supaya seseorang lebih bersikap BERSAHAJA, meski tanpa harus berpangku tangan, untuk tetap fokus pada satu obyek. Ketiga, the last but not least, ungkapan idiomatis ini memesankan supaya seseorang lebih bertitik-tolak pada EFEKTIFITAS atau hasil-guna akan sebuah ikhtiar. Adalah bahwa suatu ikhtiar dapat dikatakan berhasil-guna atau efektif apabila ia dapat membawa sebuah hasil nyata. Dengan kata lain, pengejaran atau penangkapan pada beberapa hal ditakutkan akan berujung pada kesia-siaan belaka, alias tanpa hasil yang diperoleh, karena sekali lagi energi dan strategi tidak maksimal dan optimal.
Demikian kira-kira signifikansi ungkapan “kendeq dokep balang due” ini. Semoga bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan kita semua.
Ditulis oleh: Dr. H. Nuriadi Sayip
Tentang Ungkapan: KENDEQ DOKEP BALANG DUE
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
November 10, 2017
Rating:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar