SEMBALUN

Tatkala riam rimpang waktu yang cerah,
Nafas-nafas mendadap uap dingin
Tubuh-tubuh dimandikan terik mentari,
Kami mulai lekat bercengkerama denganmu
Membiarkan kabut putih yang berubah hitam di ujung sana

Kami datang mengunjungimu dengan setangkup rencana dan upaya
Bermaksud mengakrabi Rinjani sembari mendengar detaknya di balik hawa yang menghidupi stroberi 

Denganmu, kemudian kami mengembara
Menyusuri lekuk-lekuk keelokan semesta
Denganmu, lantas kami membiarkan celotehan anak-anak menjiwai diri hingga melihat mekar cinta orang tuanya

Tersebab itu penat kami melesap dibawa kabut yang datang terlambat menyelimuti rerumputan coklat di Pegasingan
Tersebab itu kami enggan melihat jarum jam berdetak menandai keadaan

Waktu serasa pendek 'tuk menjalari kebersamaan
: bahwa persaudaran menjadi pelapis diri yang hakiki sebagai manusia papa
: bahwa ikatan emosional adalah suluh menemukan nilai sejati sebagai makhluk fana
Dan engkau ada, menghujamkan itu semua semakin dalam terasa

Sembalun, dengan mendekapmu, kami merasa Tuhan hadir lewat tiupan angin
Sembalun, dengan menidurimu, kami menikmati syahdunya nyanyian Dewi Anjani
Semua itu kami rekam rapih di memori
Sebagai pemarkah cinta kami seutuhnya.

Sembalun, 13 September 2020

SEMBALUN SEMBALUN Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on September 14, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.