Jika Sinom adalah tembang awal yang menciptakan asa, maka peta rencana yang kami jejer merupakan pembuka gerbang meninggalkan isi dunia;
Karena sesungguhnya kami telah mengibarkan buritan cinta di dada melalui alunan Asmarandana yang bertaut serupa rasa yang ditapaki Repatmaje kepada Rengganis;
Jika Pangkur adalah ekspresi optimisme saat menembus gelombang yang sebegitu liar, tersebab mungkin oleh niatan yang berbaur kegembelan kami, maka biarkan itu mendebur untuk sementara, Tuhan, karena pelan tapi pasti itu semua akan berpadu nantinya seirama riyadoh kalbu melalui wirid Tauhid-Mu;
Centang perenangnya jiwa adalah bukti kepapaan. Karena memang kami nyatanya selalu merasa tak berpunya apa-apa, ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Berteriak tampak kuat namun sesungguhnya kami tengah menyuarakan kelemahan lewat Maskumambang yang sumbang;
Tuhan, kami rindu Engkau. Rindu kami yang menggetar dan bias-biasnya membuncah serupa suara Durme yang membara, tersebab kami kadang alpha atas iktikod kehambaan kami;
Namun, mohon mengertilah Tuhan. Jiwa kami memang bagai gerakan samudera Laut Selatan pada waktu siang hari. Turun naik. Menggunung melembah. Mengamuk tanpa irama;
Mohon ijinkan mengalir sebegitu rupa Tuhan. Karena mengalirnya itu adalah ding-dang-dung alur kehidupan serupa alunan tembang Dang Dang dalam wadah Cinta-Mu;
Tuhan, perjalanan ini adalah pengembaraan di rimba raya. Semakin kami jauh melangkah, semakin itu pula kami merasai betapa raga kami adalah wadag bagi roh yang terus merindu Nur Muhammad-Mu.
Mataram, 23 Maret 2021
BALADA RASA SANG PENGEMBARA
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
Maret 23, 2021
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar