CERBUNG: PERTEMPURAN SERTA-MERTA (Bagian 2)

Duaaaar! Duaaarr! Duaaaarr.....!! Mobil truk itu meledak. Kini terbakar hebat. Apinya membubung tinggi. Suara teriakan musuh kegirangan begitu membahana. Seakan dengan terbakarnya truk itu aroma kemenangan telah tergenggam.

 "Kita sudah dikepung!" Teriak Amrulkraeng. "Iya...!" Jawab Irunjalom. "Tembak terus, tembaakk!" Pekiknya lagi. 

Sementara itu, erangan kesakitan anggota-anggota yang lain terdengar begitu jelasnya. Tapi, inilah medan laga. Tatkala suasana sudah sedemikian kacaunya, yang utama sekarang adalah defensi. Iya pertahanan. Irunjalom, Amrulkraeng dan anggota yang lain terus menembak ke sasaran musuh. Karena mereka sudah berada beberapa dari mereka semua. Mereka berada di sebelah kiri kanannya. Sehingga arah moncong sejata pun berpindah-pindah. 

Sementara itu, Sertu Zulanda terus saja berusaha mengontak markas. Dia masih berada di balik batu besar, yang setiap detik terdengar desauan butir peluru melintas. 

"Halo markas. Segera datang bantu kami. Ganti" Suara Sertu Zulanda terus menerus mengontak.

 Dia sangat tidak menyadari dari arah belakangnya, sejumlah musuh telah mendeteksinya. Dan memang anggota-anggota yang lain tidak memberi kover atau perlindungan untuknya. Karena, jelas, mereka pun tengah berjibaku dengan tembakan dan upaya pemertahanan masing-masing. Iya, mungkin musuh berjumlah ratusan.

 Dan, iya, terjadilah! 

Bom molotov menyasar ke arah Sertu Zulanda. Duaaaaarrr.....! Bom itu meledak tepat di samping batu, di mana Sertu Zulanda bersembunyi. Maka tubuhnya tak ayal terpental, berikut dengan senjata dan radio yang sedari tadi dipegangnya. 

Peristiwa itu tentu mengagetkan para anggota yang lain. Tak terkecuali Irunjalom dan Amrulkraeng. Sesaat itu pula, mereka semua bangkit, dan berlari menuju tubuh Sertu Zulanda yang kini sedang terkapar. Seperti orang-orang kalap, merema menembak, mereka melepas bom, ke semua tempat, di mana mereka anggap musuh berada. Sambil berlari, mereka menembak. 

"Zulanda kena! Komandan kita kena!" 
Mereka memekik. Benar-benar kacau. Benar-benar balau. Perasaan mereka remuk redam. Karena pemimpin mereka terkena. Entah masih hidup atau sudah meninggal. Yang jelas, mereka melihat tubuh itu penuh bersimbah darah. Lalu, di saat mereka sedang berlari menuju tubuh Sertu Zulanda, butiran peluru seakan seperti air hujan. Menghujani mereka semua. Beberapa di antara mereka kena, dan terkapar seketika. Irunjalom dan Amrulkraeng pun tidak luput dari itu. Tertembak pula. Meski mereka masih mampu bergerak, dan melawan dengan segala sisa daya upayanya. 

Dooor....doooorr.....dooooorrr...!!

Satu per satu tubuh-tubuh serdadu yang niatnya berlibur dari tugas kini terkapar ke tanah. Mereka terkena tembakan. Mereka terkena hujaman bom. Dari musuh-musuhnya, dari segala arah. Dari segala penjuru. Mereka terkapar tidak jauh dari tubuh Zualanda. Sepi, tanpa gerak. Hanya Irunjalom dan Amrulkraeng yang masih terus menembak. Meski mereka pun sebenarnya sudah tersungkur. Menembak, hanya sekadar menembak, tak terarah. Hanya melawan, demi pemertahanan diri. 

Dek.....dek...dek...dek....dek...Duaaaar! Duaaaar...! Duaaar...! Gedebum...!!

Suara dua helikopter tiba-tiba berdatangan dari arah yang berlawanan. Dalam kecepatan tinggi, dua heli itu terus memuntahkan peluru. Berkeliling, mengitari lokasi. Terus menyemburkan bom. Dan tak ayal bom meledak di sana sini. Menembak musuh-musuh yang ratusan itu. Mereka kocar kacir. Mereka terjengkal. Mereka berusaha melarikan diri. Tapi bom-bom dan muntahan peluru terus memburu mereka. Tempat itu kini tampak bagaikan lautan api. Api di mana-mana. Membakar pohon, alang-ilalang, dan tubuh-tubuh manusia yang sudah terjungkal oleh tusukan peluru dan bom. Tubuh-tubuh manusia yang menjadi musuh. Hancur lebur. Ludes. Seiring asap dan api truk baja yang sedari tadi membumbung tinggi. Iya, puluhan bahkan, mungkin ratusan, jiwa hilang sirna meninggalkan raga, dalam sekejap. Hingga akhirnya, semua sepi. Lengang. Tidak ada suara tembakan lagi. Hanya suara helikopter yang terus berbunyi memekakkan telinga. Dua helikopter yang terlihat hendak mendarat. Tidak jauh dari  tubuh-tubuh tentara, di mana di antaranya adalah Irunjalom, Amrulkraeng, dan Sertu Zulanda berada. Dua helikopter itu pun mulus mendarat dan darinya sejumlah pasukan dan paramedik tampak membawa perlengkapan. Mereka turun dan berjaga-jaga. Dan dalam waktu yang bersamaan paramedik memburu menuju para tentara yang sudah terkapar itu. 

Sementara itu, Irunjalom terlihat mendesot mendekati Sertu Zulanda Ranjana. Dia setengah berbisik menyapa komandannya yang kharismatik itu. "Zulanda, Zulanda! Masih bisa dengar saya, Saudaraku?" Suara Irunjalom terdengar seketika helm yang melekat di kepala Zulanda ia lepas. Irunjalom memegang tangannya. Dia pun menyentuh dada Zulanda. Guna memastikan kalau sang komandan masih hidup. 

"Zulan, Zulan, bisa dengar saya? Saya Irun, Sahabatku!" Bisik Irunjalom lagi. 

Mata Zulanda masih terpejam. Baju tentara loreng-loreng yang melekat di tubuh itu kini tampak basah kuyup oleh darah. Bau anyir dsrah sudah tidak dirasai. "Zulanda, bangun Saudaraku!" Sapa Irunjalom sekali lagi. Namun kali ini, kedua mata Irunjalom basah, meneteskan air mata. 

"Paramedik, segera tolong, komandan kami!" Pekik Irunjalom sambil melambai-lambaikan tangannya. 
"Dia masih hidup. Masih hidup. Selamatkan dia! Toloong!" Irunjalom meratap. 

Sungguh dia tidak perduli keadaan dirinya, yang terkena peluru juga. Dia tidak perduli tubuhnya mengalirkan darah, dari luka-luka tembakan. Irunjalom terkena tembakan di paha dan lengannya sebelah atas. Sertu Zulanda masih belum membuka matanya. Dia pingsan. Meski nafasnya masih ada. Sementara itu, Amrulkraeng tedengar mengaduh di ujung sana. Dan dia pun tampak berusaha dengan susah payah mendekati Zulanda dan Irunjalom. Dia pun terkan tembakan. Terkenana di bagian kedua pahanya.

BERSAMBUNG....

Mataram, 27 Juli 2020
CERBUNG: PERTEMPURAN SERTA-MERTA (Bagian 2) CERBUNG: PERTEMPURAN SERTA-MERTA (Bagian 2) Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Juli 26, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.