Api meriap-riap kian membesar di mana-mana. Melaup bergelombang makin meluas menjalar ke mana-mana. Karena memang semak dan ilalang serta pepohonan sebagian besar mengering. Sudah masuk musim kemarau memang. Di sela itu, sudah tak ada lagi suara tembakan satu pun, terutama dari pihak musuh. Secepat itu musuh-musuh habis, hilang sirna.
Besar kemungkinan mati semua. Terpanggang oleh api yang membakar tempat itu. Atau mungkin masih ada yang hidup, dengan cara melarikan diri, setelah dibrondong dan ditumpahkan oleh bom dan tembakan dari atas helikopter.
Sudah aman, pastinya.
Kini, yang ada hanyalah pasukan dan paramedik yang dibawa dua helikopter tersebut. Paramedik sibuk mengangkat para korban. Tapi, mereka masih belum sampai pada tubuh Sertu Zulanda, atau pada Irunjalom dan Amrulkraeng. Meskipun, sejak tadi Irunjalom melambai-lambai serta berteriak minta tolong kepada mereka. Entah kenapa. Mereka tetap tidak mempedulikannya. Hal ini tentu membuat Irunjalom sedikit jengkel. Karena dia merasa tak dihiraukan.
Pada saat itulah, Sertu Zulanda tampak siuman. Matanya terbuka. Suara mengaduhnya terdengar, meski sangat lirih. Hanya Irunjalom-lah yang mendengar ini.
"Aduuh...astaghfirullah, lahawala wala quwaata illabillah, aduuuhh...Ibu, astagfirullah" Demikianlah suara Zualanda merapal, terdengar sembari dia berusaha bergerak-gerak.
"Zulanda, alhamdulillah, kamu masih hidup. Mohon, mohon jangan bergerak, biar darahmu tidak banyak keluar lagi", pinta Irunjalom kepadanya.
"Aku Irun, sahabatmu".
Sertu Zulanda tak membalas sapaannya. Diam saja. Hanya matanya saja yang sedikit menengok, pelan. Hening, untuk beberapa saat lamanya.
Lalu, Sertu Zulanda memberi isyarat kepada Irunjalom supaya lebih mendekat. Irunjalom memahami itu.
"Tolong ambil kertas di kantong celana saya, bagian kanan. Ambillah itu. Tolong berikan kepada istri saya kelak, jika saya mati. Berikanlah kepadanya."
Tanpa pikir panjang, Irunjalom mengambil secarik kertas tersebut di dalam kantong celananya. Dan dia dapati kertas itu sudah basah kuyup. Sehingga tulisan tangan di atasnya sudah lamur luntur sebagian. Dia tidak sempat membacanya. Dia langsung memasukkannya ke dalam kantong bajunya. Dia mengangguk sembari berkata: "Siap".
"Oh ini Sertu Zulanda! Cepat, segera dibawa. Beliau luka parah!"
Teriak salah satu anggota paramedik, yang tiba-tiba datang menyeruak.
"Pak Irunjalom juga, diangkat. Cepat!" Paramedik itu berteriak dengan kencangnya memanggil para anggotanya.
Sekilas, Irunjalom menatap tulisan di baju loreng paramedik yang berteriak itu. Dia dapati nama: Fuad Kuncoro.
Lalu, tak lama kemudian, tubuh-tubuh pasukan itu dibawa oleh helikopter. Termasuk mereka yang terluka parah, Sertu Zulanda, Irunjalom dan Amrulkraeng. Ternyata, ada empat helikopter yang datang silih berganti mengangkut mereka semua Maka, mereka semua diterbangkan, menuju markas, khususnya di rumah sakit yang memang sudah disediakan untuk tentara.
BERSAMBUNG....
Mataram, 27 Juli 2020
CERBUNG: PERTEMPURAN SERTA-MERTA (Bagian 3)
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
Juli 26, 2020
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar