FOLKLOR: Definisi, Ciri, Bentuk, dan Contohnya

 
Definisi
 
Menurut Pudentia (2015), folklore adalah produk mengenai budaya kolektif tertentu, yang diwariskan melalui lisan maupun alat bantu tulisan. Maksudnya folklore adalah suatu budaya yang dihasilkan dan dilestarikan secara bersama-sama, dengan cara disalurkan atau diwariskan pada masyarakat dan generasi mendatang, baik dilakukan melalui lisan dan digunakan sebagai alat bantu lisan. Contohnya, memperkenalkan tari-tarian pada khalayak.
 
Menurut Dundes (Danandjaja, 1998), folklore adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memiliki ciri khas pengenal, baik secara fisik sosial, kebudayaan dan sosial. Maksdunya, folklore adalah sesuatu yang dimiliki oleh kelompok masyarakat baik yang berhubungan dengan kebudayaan, fisik sosial dn sosial, yang dijadikan sebagai ciri khasnya supaya khalyak dapat mengenali kelompok tersebut.
 
Menurut Natalis Pakage dan Titus Pekei (2013), arti folklore secara umum adalah suatu budaya yang tumbuh beriringan dengan berkembangnya kehidupan masyarakat atau suku yang ada di dalam kehidupan berbangsa. Maksudnya, folklore adalah suatu kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat dan tumbuh secara bersamaan dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang terjadi dalam kehidupan berbnagsa dan bernegara.

Ciri-ciri Folklor

a. Penyebaran dan pewarisannya secara lisan
Maksudnya adalah suatu kebudayaan disebarluaskan dan diperkenlkan kke seluruh dunia, supaya dapat tumbuh dan berkembang serta diwariskan ke generasi mendtang yang dilakukan melalui tutur kata maupun gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.

b. Bersifat tradisional
Maksudnya, folklore bersifat tradisional karena disebarkan di masyarakat pedesaan dengan bentuk yang relatif tetap dan standar. Dan waktu yang dibutuhkan cukup lama dalam menyebarkannya dengan minimal dua generasi.

c. Bersifat Anonim
Bersifat anonim artinya, penciptaannya tersebut sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, suatu kebudayaan yang diproduksi atau dihasilkan akan terkikis dalam kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat perkotaan.

d. Memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat.
Selain sebagai hiburan, pendidikan nilai, menyampaikan proses sosial dan untuk menyampaikan keinginan yang terpendam atau wasiat. Masudnya dalah folklore, atau yang biasa disebut dengan suatu budaya dapat dijadikan sebagai hiburan bagi masyarakat. Selain itu, suatu kebudayaan dapat memberikan nilai-nilai pendidikan, sehingga masyarakat dapat berprilaku yang sesuai dengan budaya yang dimilikinya dan masyarakar juga dapat menyebarkan bakat-bakat yang dimilikinya.

e. Merupakan milik bersama masyarakat pendukungnya
Folklore juga memiliki ciri yang sangat penting, yaitu miliki bersama masyarakat pendukungnya. Hal ini dikarenakan pencipta yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota pendukungnya yang bersangkutan merasa memilikinya.

Bentuk-bentuk Folklore

Menurut jan Harold Brunvard, ahli folklore dari Amerik Serikat, folklore dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk berdasarkn tipenya, yaitu:

1. Folklor bentuk lisan
Maksudnya, folklore bentuk lisan merupakan folklore yang bentuknya asli secara lisan, yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan atau tutur kata. Folklore bentuk lisan biasanya

2. Folklor Setengah Lisan
Maksudnya, folklore yang diungkapkan atau diekspresikan dalam bentuk lisan tetapi juga ditampilkan dalam bentuk gerak tubuh atau tarian.

3. Folklor bukan lisan
Maksudnya, folklor yang tidak diujudkan dalam bentuk lisan atau tutur kata dan juga tidak ditampilkan dalam bentuk gerak tubuh pula. Folklor ini diujudkan dalam bentuk tulisan atau kreatifitas seni yang bisa dilihat dan disentuh. Dengan kata lain, folklor semacam ini sejatinya dalam bentuk fisik.

Contoh Folklor Sasak dalam bentuk Cerita

Cerita Doyan Neda atau Te Melak Mangan

Alkisah, pada zaman antah berantah, ada ratu jin wanita bertakhta di puncak Gunung Rinjani. Ratu jin itu bernama Dewi Anjani. Konon, Dewi Anjani memelihara burung bernama Beberi. Burung ini berparuh perak dan berkuku baja. Pada waktu itu, daratan Pulau Lombok masih berupa bukit berhutan lebat dan belum dihuni manusia. Pada suatu hari, patih Dewi Anjani bernama Patih Songan mengingatkan Dewi Anjani akan pesan kakek Dewi Anjani. Kakeknya telah berpesan agar kelak Dewi Anjani mengisi Pulau Lombok dengan manusia. Kemudian, Dewi Anjani mengajak Patih Songan untuk memeriksa seluruh daratan pulau itu. Karena tanaman di hutan terlalu rapat, Dewi Anjani dan Patih Songan tidak dapat berjalan dengan leluasa. Dewi Anjani berkata kepada Patih Songan, "Paman, karena pulau ini penuh sesak dengan tumbuhan, pulau ini kuberi nama Pulau Sasak." Begitulah ceritanya sehingga pulau ini akhirnya bernama Bumi Sasak. Sekarang lebih dikenal dengan nama Pulau Lombok. Setelah mengetahui bahwa pulau itu penuh dengan hutan dan bukit, Dewi Anjani memerintahkan burung Beberi untuk meratakan sebagian daratannya. Bagian yang datar akan menjadi tempat bercocok tanam bagi manusia nantinya. Akhirnya, Beberi berhasil meratakan bagian selatan pulau itu.

Dewi Anjani pun segera memanggil para jin. "Hai saudara-saudaraku, maksud aku ini adalah mengubah kalian semua menjadi manusia," kata Dewi Anjani setelah para jin berkumpul. Para jin itu sebagian setuju dan sebagian lagi menolak. "Untuk apa Tuanku ubah kami jadi manusia?" tanya jin yang tidak setuju. Dewi Anjani sangat marah. Ia menyuruh pengikutnya untuk menangkap jin-jin yang menolak. Para jin itu berlari kian kemari menyelamatkan diri. Ada yang bersembunyi di batu besar, pohon kayu, gua, dan tempat lainnya. Setelah keadaan aman, Dewi Anjani mengubah dua puluh pasang jin bangsawan menjadi manusia. Seorang di antaranya ditunjuk sebagai pemimpin. Pemimpin itu memiliki seorang istri yang sedang hamil. Setelah masanya, lahirlah seorang anak lelaki. Begitu lahir, anak itu sudah pandai lari, bicara, dan makan sendiri.”Ibu, aku lapar mau makan” kata anaknya yang baru lahir. Ia langsung minta makan saat itu juga. lbunya segera menyediakan makanan. Ajaib sekali, bayi itu makan dengan sangat lahap. Tiga bakul besar nasi dan lauk habis dimakannya. Ayah dan ibunya heran melihat kelakuan anak itu. Anak itu pun diberi nama si Te Melak Mangan, julukan untuk orang yang kuat makan. Tubuh Te Melak Mangan pun tumbuh sangat cepat karena ia kuat makan. Karena ayah Te Melak Mangan seorang pemimpin suku, ia sering diundang kenduri. Te Melak Mangan selalu minta untuk ikut, tetapi ayahnya selalu mendapat malu di kenduri itu karena anaknya makan sangat lahap. Akhirnya, ayahnya kecewa dan marah. "carikan sendiri makananmu, aku tidak sanggup lagi memberikanmu makan," kata ayahnya geram. Te Melak Mangan pun pergi meminta-minta kepada orang kampung.

Suatu hari, Te Melak Mangan diajak ayahnya pergi menebang pohon di hutan. Ayahnya sengaja menyuruhnya berdiri pada arah kayu yang akan dirobohkan. Tubuh Te Melak Mangan pun tertindih batang kayu besar yang roboh itu. "Nah, sekarang kamu telah mati, kamu selalu membuatku malu," gerutu ayahnya segera pulang. Ketika ibu Te Melak Mangan menanyakan anaknya ”di mana Te Melak Mangan, kenapa dia tidak ikut pulang?” Si suami berdusta, "aku tidak tahu dia ke mana dan mungkin tersesat di hutan, mungkin saja dia sudah dimangsa oleh ular raksasa di sana!" jawabnya. Adapun Dewi Anjani melihat kejadian itu dari anjungan istana di puncak Gunung Rinjani. la memerintahkan burung Beberi untuk memercikkan air Banyu Urip. Air itu dapat membuat orang mati hidup kembali. Setelah diperciki air itu, Te Melak Mangan hidup lagi. Kemudian, pohon kayu besar yang menindihnya itu dibawa pulang. Sesampai di rumah, ia berteriak, "Ibu, ini lihat aku bawa kayu besar!" la pun membanting batang kayu itu. Diam-diam ayah Te Melak Mangan merasa takjub. la mencari akal lain.

Keesokan harinya, Te Melak Mangan diajak ayahnya pergi mencari ikan di lubuk besar. Ketika Te Melak Mangan sedang asyik mencari ikan, sang ayah mendorong sebuah batu besar ke arahnya. Batu besar itu menimpa tubuh Te Melak Mangan. Te Melak Mangan pun mati. Ayahnya cepat-cepat pulang. Kepada istrinya ia berdusta lagi ketika ditanya mengapa Te Melak Mangan tidak ikut pulang. Sekali lagi, Dewi Anjani melihat kejadian itu. la memerintahkan burung Beberi untuk membawa Banyu Urip. Setelah air itu dipercikkan, Te Melak Mangan hidup kembali. Batu besar yang menimpa dirinya dibawa pulang dan dibanting di luar halaman. Konon, dari batu itulah desa itu mengambil nama, yaitu Selaparang. Sela berarti batu dan parang berarti besar dan kasar. Suatu malam, ibu Te Melak Mangan berkata kepada putra tunggalnya, "wahai anakku sayang, kalau kamu tetap tinggal di sini, ayahmu pasti akan mencelakakanmu saja. Kalau begitu, pergi saja kau mengembara mencari jalan hidupmu sendiri. Ini jadi bekalmu, ibu buatkan tujuh ketupat untuk kau bawa”. Te Melak Mangan pun bertangis-tangisan dengan ibunya. Malam itu juga ia berangkat mengembara. la berjalan siang malam menempuh hutan belantara, tebing, dan jurang. Padang luas dilaluinya, sungai deras diseberanginya. Setiap dihadang binatang buas, ia melemparkan sebuah ketupat pemberian ibunya. Anehnya, binatang-binatang penghalang itu akan menyingkir memberi jalan setelah mereka memakan ketupat itu.

Akhirnya, Te Melak Mangan sampai di Gunung Rinjani. Ketika sedang berjalan melalui hutan, ia mendengar suara orang merintih. Suara itu didekatinya. Ternyata, suara itu berasal dari seorang pertapa yang terlilit akar beringin yang amat kokoh. Karena terlalu lama bertapa, akar beringin itu menjerat tubuhnya. Te Melak Mangan pun melepaskan lilitan itu. Orang itu menjadi sahabatnya dan diberi nama Tameng Muter. Tameng Muter sudah bertapa lebih dari sepuluh tahun karena ia ingin menjadi raja Lombok yang berkuasa. Te Melak Mangan melanjutkan perjalanan didampingi Tameng Muter. Di suatu tempat, mereka melihat ada seorang pertapa menangis dililit pohon rotan. Lebih dari dua belas tahun ia bertapa di situ sampai rotan melilit tubuhnya. Lilitan orang itu pun dilepaskan Te Melak Mangan dan ia menjadi sahabatnya. Sahabat baru itu diberi nama Sigar Penjalin. Setelah itu, Te Melak Mangan dan kedua sahabatnya mengembara menuju puncak Gunung Rinjani. Mereka berburu rusa liar untuk dimakan. Suatu malam, dendeng rusa mereka dicuri raksasa bernama Limandaru. Mereka mengejar raksasa itu. Sampai Gua Limandaru di Sekaroh, Te Melak Mangan membunuh Limandaru. Setelah itu, Te Melak Mangan masuk ke dalam gua. la menemukan tiga orang putri cantik di dalam gua. Para putri itu ditawan si raksasa. Mereka berasal dari Madura, Mataram Jawa Tengah, dan Majapahit. Te Melak Mangan pun memperistri putri dari Majapahit, Tameng Muter memperistri putri dari Mataram, dan Sigar Penjalin memperistri putri dari Madura.

Pada suatu hari, seorang nakhoda dari Pulau Jawa datang berdagang ke Pulau Lombok. Ketiga sahabat itu menerima kedatangan sang nakhoda. Nakhoda terpesona melihat ada tiga putri cantik di pulau itu. la ingin menukar mereka dengan barang dagangannya. Te Melak Mangan sangat marah, lalu menangkap sang nakhoda. Kapal beserta anak buah dan barang-barang nakhoda itu diambil. Ketiga sahabat itu membagi anak buah kapal dan barangnya, sedangkan nakhoda kapal menjadi abdi Te Melak Mangan. Kelak, ketiga sahabat ini mendirikan kerajaan baru di Lombok. Te Melak Mangan menjadi Raja Selaparang, Tameng Muter menjadi Raja Pejanggik, dan Sigar Penjalin menjadi Raja Sembalun.
FOLKLOR: Definisi, Ciri, Bentuk, dan Contohnya FOLKLOR: Definisi, Ciri, Bentuk, dan Contohnya Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Maret 17, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.