“ICHABOD” PUISI KARYA JOHN GREENLEAF WHITTIER

 
Puisi ini adalah salah satu puisi yang paling terkenal yang diterbitkan di dalam buku American Literature: Tradition and Innovation, yang diedit oleh Harison T. Meserole et al. oleh D.C. Heath and Company, A Division of Raytheon Education Company, Lexington Massachusetts pada tahun 1969. Dalam buku tersebut, puisi Ichabod ini dapat ditemui pada halaman1726 -1727.

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya bahwa John Whittier ini adalah seorang penyair Quaker yang abolisionis dan reformis pada abad ke-19. Sikap abolisionisnya ini terlihat sekali pada berbagai puisinya khususnya pada puisi yang berjudul Ichabod ini. Bahkan puisi ini ditulis sebagai bentuk reaksi atau respons pribadinya yang abolisionis terhadap fakta yang terjadi pada saat itu, khususnya menyangkut perkembangan politik yang terjadi pada tahun 1850, tahun puisi ini ditulis.

Pada tahun 1850 hal yang sangat mencolok terkait dengan perbudakan dalam konteks hukum-politik adalah dikeluarkannya undang-undang tentang budak-budak pelarian, yang dikenal dengan Fugitive Slave Act of 1850. Dalam konteks inilah, puisi ini tercipta atau ditulis oleh John Whittier. John Whittier memprotes keras, mengecam, dan mencibir, tindakan politik yang dilakukan oleh seorang senator atau tokoh nasional pada waktu itu yang bernama Daniel Webster atas dukungannya terhadap pengesahan rancangan undang-undang menjadi undang-undang. Implikasinya adalah keberadaan para budak yang bermaksud membebaskan diri semakin tidak mempunyai kesempatan. Budak yang sudah melarikan diri atau sudah sampai di wilayah yang bebas perbudakan pun ketika diketahui diminta untuk dikembalikan ke daerah atau ke majikannya.

John Whittier menggambarkan Daniel Webster telah jatuh atau nama baik atau kemasyurannya hancur yang sudah dijaganya selama ini seketika dia mendukung pengesahan undang-undang ini (stanza pertama). Dalam bahasa yang halus meskipun maksudnya dalam, John Whittier melihat tokoh tidak perlu dihina atau dicaci maki, justru harus dikasihani karena dia sudah tergoda sehingga dia tidak mempunyai sikap pendirian yang jelas. Tidak mempunyai sikap yang jelas ini menjadikannya justru hancur secara sosial, di masyarakat di mana dia dibesarkan sebagai seorang tokoh (stanza ketiga). Menurut John Whittier, Daniel Wesbter melakukan ini juga disebabkan oleh kebodohannya sendiri seiring dengan usianya yang telah menua dan dianalogikan oleh penyair ini menjadi seseorang yang telah masuk ke dalam suasana malam yang gelap (stanza keempat). Atas tindakannya ini, dia sebenarnya telah membuat para malaikat mentertawakannya. Dan dia benar-benar jatuh ke tempat yang gelap tanpa berujung, kata John Whittier. Untuk itu dia cenderung mengasihaninya meskipun dia sangat kecewa dan marah terhadap tindakan tokoh ini.

Terkait dengan hal ini, John Whittier menilai cukup wajar apabila masyarakat Amerika khususnya yang berada di Amerika utara tidak bangga lagi terhadap keberadaan tokoh ini. Dia pantas untuk tidak dihormati lagi bahkan kalau masyarakat menghina pun dia pantas mendapat hal itu. Di samping itu, atas tindakannya ini dia sebenarnya tidak hanya membuat kejelekan kepada dirinya tetapi membawa rasa malu kepada keluarganya, membuat mereka bersedih (stanza keenam). Tidak ada yang dimiliki lagi ketika kebesaran dan kebanggan sudah hancur lagi, kata John Whittier. Bahkan penglihatan dan jiwa pun hilang ketika keyakinan atau pendirian hilang terlebih dahulu serta ketika kehormatan binasa juga (stanza ketujuh dan delapan). Untuk itu ketika dia mati, john Whittier anjurkan supaya ingatlah masa-masa lalu (keemasannya) dan usahkan untuk melupakan hal-hal yang memalukan itu (stanza kesembilan). John Whittier sekali lagi mengungkapkan hal ini sebagai bagian dari sikap konsistensinya di dalam bersikap dan berpendirian terhadap anti-perbudakan itu. sikap dan pendirian John Whittier ini adalah ekspresi dari sistem pengathuan (budaya) yang telah membentuknya sebagai seorang Quaker. Quakerisme mengajarinya untuk bersikap egalitarian, universalis, dan filantrofis terhadap keberadaan kaum yang tertindas.
 
Ichabod

So fallen! so lost! the light withdrawn
Which once he wore!
The glory from his gray hairs gone
Forevermore!

Revile him not, the Tempter hath
A snare for all;
And pitying tears, not scorn and wrath,
Befit his fall!

Oh, dumb be passion's stormy rage,
When he who might
Have lighted up and led his age,
Falls back in night.

Scorn! would the angels laugh, to mark
A bright soul driven,
Fiend-goaded, down the endless dark,
From hope and heaven!

Let not the land once proud of him
Insult him now,
Nor brand with deeper shame his dim,
Dishonored brow.

But let its humbled sons, instead,
From sea to lake,
A long lament, as for the dead,
In sadness make.

Of all we loved and honored, naught
Save power remains;
A fallen angel's pride of thought,
Still strong in chains.

All else is gone; from those great eyes
The soul has fled:
When faith is lost, when honor dies,
The man is dead!

Then, pay the reverence of old days
To his dead fame;
Walk backward, with averted gaze,
And hide the shame!
“ICHABOD” PUISI KARYA JOHN GREENLEAF WHITTIER “ICHABOD”  PUISI KARYA JOHN GREENLEAF WHITTIER Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Maret 17, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.