APAKAH MORFOLOGI ITU?




1. Morfologi: Konsep Dasar
1.1. Hubungan Antarkata
Ketika anda menggunakan kamus Inggris untuk mencari arti-arti yang berbeda tentang kata walk, anda pasti tak akan kaget bahwa tidak ada entri yang terpisah untuk walk, walks, dan walked. Anda pun tidak merasa kecewa jika kamus anda tak mempunyai entri terpisah untuk kata walking. Jika anda menemui kalimat My staff walked out yesterday, dan anda ingin menemukan apa arti walked out, tentu anda tidak akan mencari entri berupa walked out, namun pada entri walk out. Dalam banyak kamus, walk, walked, dan walking sama sekali tak disebutkan dalam entri kata walk. Diasumsikan bahwa pengguna bahasa tidak memerlukan informasi ini. Alasan atas ketidak-adanya informasi ini adalah kata-kata bahasa Inggris yang berbeda ini dirasa menjadi instantiasi terhadap kata yang sama karena kata walk merupakan bentuk dasarnya. Maka dari itu kita perlu membedakan makna ‘kata’ dalam arti yang abstrak (leksem) dan makna ‘kata’ dalam arti ‘kata konkret sebagaimana yang digunakan dalam sebuah kalimat’. Kata-kata konkret berupa walk, walks, walked, dan walking dapat dinilai sebagai bentuk-bentuk kata terhadap leksem kata WALK. Huruf-huruf kecil digunakan untuk merujuk leksem-leksem ketika diperlukan untuk menghindari kebingungan antara dua makna ‘kata’ dimaksud. Kamus bahasa Inggris beranggapan bahwa pengguna bahasa akan bisa membangun bentuk-bentuk berbeda terhadap leksem walk dengan mengaplikasikan aturan-aturan yang relevan. Aturan-aturan untuk mencatat bentuk-bentuk leksem berbeda itu disebut sebagai aturan/kaedah infleksi.
Contoh ini memperlihatkan bahwa kamus merujuk perihal pengetahuan hubungan antarkata. Tugasnya para ahli bahasa untuk mensifati pengetahuan semacam ini di mana kesadaran akan hubungan antara bentuk kata itu berupa walk, walks, walked, dan walking bisa menjadi sandaran. Pengetahuan bahasa meliputi pengetahuan akan sistematisasi dalam hubungan antara bentuk dan makna kata. Bentuk-bentuk kata walk, walks, walked, dan walking memperlihatkan suatu hubungan dalam bentuk dan makna suatu pensifatan sistematis karena pola sejenis terjadi untuk ribuan kata kerja dalam bahasa Inggris. Subdisiplin ilmu bahasa yang berkait dengan pola-pola semacam itu disebut morfologi. Keberadaan pola sejenis itu juga menyiratkan bahwa kata-kata bisa mempunyai struktur internal konstituen. Sebagai contoh, kata walking bisa dibagi ke dalam konstituen walk dan –ing. Karena itu, morfologi berbicara tentang struktur internal kontituen pada kata pula.
Pembuat kamus menganggap bahwa bentuk-bentuk leksem ini pada kata WALK adalah terbentuk menurut aturan, serta karenanya tak diperlukan untuk dispesifikasikan secara mandiri dalam kamus. Asumsi yang sama berperan dalam kasus kata-kata benda (nomina) dan sifat (ajektifa). Untuk kata-kata benda bahasa Inggris, bentuk jamak tidak memerlukan untuk dispesifikasikan dalam kamus bila itu berbentuk reguler, dan tidak pula berbentuk kata adverbia –ly yang mulanya terbentuk dari kata sifat. Misalnya, kamus Inggris-Belanda saya (Martin dan Tops 1984) tidak menyebut kata keterangan correctly dan economically dalam kaitannya dengan kata to correct dan economical. Di sisi lain, kamus itu benar-benar menspesifikasikan kata adverbia hardly. Mengapa demikian? Apakah ini disebabkan karena ketidak-konsistenan atau kelemahan para pembuat kamus, atau apakah memang ada alasan mendasar dibalik pengaturan seperti itu? Memang ada alasan: makna hardly tak bisa ditentukan dari kata hard dan –ly.
Pengetahuan sejenis ini juga relevan ketika mencari informasi di internet dan di sumber-sumber data digital lainnya seperti korpora penggunaan bahasa dan kamus elektronik. Anggaplah anda ingin mengumpul informasi tentang kata tax. Anda bisa merasakan sangat berguna jika mesin pencari diprogramkan dalam konteks ia tidak akan menemukan dokumen dengan kata tax, tetapi juga dokumen dengan kata-kata taxation, taxable, dan taxability. Kenyataannya, bagi banyak mesin pencari  ini bukanlah hal yang dimaksudkan. Kata taxation dan taxable keduanya diambil dari kata kerjanya to tax yang dihubungkan denga kata bendanya tax. Kata taxability kemudian berasal dari kata taxable. Kemudian kita bisa menukarkan rangkaian kata-kata yang berhubungan ini sebagai suatu keluarga kata (word family). Sebaliknya, ketika mencari informasi perihal isu pajak (tax), anda tidak akan mengarahkan mesin pencari anda untuk membuka dokumen kata-kata taxi, taxis, taxon, ataupun taxonomy yang semuanya mulai dengan deretan huruf tax. Contoh ini memperlihatkan bahwa analisa sistematisitas dalam hubungan antarkata adalah penting demi pengaturan komputasi data-data bahasa. Apa yang kita perlukan untuk tujuan ini adalah suatu parser morfologi, sebuah program komputer yang mengatur kata-kata yang sesuai dengan konstituennya: tax-ation, tax-able, dan tax-abil-ity.
Ada suatu perbedaan intuitif antara anggota keluraga katanya TAX yang diutarakan di atas dan rangkaian bentuk kata walk, walks, walked, walking. Kata-kata yang berbeda yang berhubungan dengan kata kerja to tax tidak dirasa sebagai bentuk-bentuk yang sama kata asalnya, namun kendatipun berbeda masing-masing mempunyai entrinya sendiri dalam kamus yang leksem-leksemnya berbeda. Kita sebenarnya berbicara di sini perhal formasi leksem ‘lexeme formation’ (atau formasi kata): TAXABILITY telah dibentuk pada dasarnya TAXABLE melalui penambahan –ity, dan TAXABLE justru terbentuk pada dasarnya kta kerja TAX, seperti TAXATION. Kata kerja TAX sendiri telah dibentuk dengan memindahkannya dari kata benda TAX ke dalam kata kerja.
Sejauh ini kita telah menerima apa adanya bahwa kita bisa membedakan kata-kata dari unit bahasa yang lain seperti frase, dan kita jelas-jelas terpengaruh oleh konvensi ortografi penggunaan spasi saat mendekati batasan kata. Dengan catatan kita mengetahui bila suatu unit bahasa tertentu merupakan sebuah kata tersebut tidaklah selalu mudah, serta tentu bukanlah untuk bahasa bila tanpa adanya tradisi tulisan. Bahkan untuk bahasa Inggris pun kita pun belum yakin. Mengapa income tax dianggap sebagai sebuah kata daripada sebuah frase? Meskipun demikian, konstituennya dipisahkan oleh sebuah spasi dalam bentuk ejaannya. Persoalan demarkasi kata ini tidaklah dibahas dalam buku ini.
Formasi kata secara tradisi dibagi menjadi dua jenis: derivasi dan pemajemukkan. Apabila dalam pemajemukkan konstituen sebuah kata dengan sendirinya merupakan leksem, hal ini tidaklah berlaku dalam derivasi. Sebagai contoh, -ity bukanlah sebuah leksem, dan lalu TAXABILITY merupakan kasus derivasi. Kata INCOME TAX, di sisi lain, merupakan sebuah kata majemuk karena kedua INCOME dan TAX merupakan leksem. Pengubahan jenis kata sebuah kata, sebagaimana terjadi dalam penciptaan kata kerja to tax dari kata bendanya, disebut dengan istilah konversi, serta ditempatkan sebagai bagian dari derivasi.
Dimensi lain dari jenis pengetahuan tentang kata ini diasumsikan oleh pembuat kamus bahasa Inggris menunjukkan diri pada suatu fakta bahwa kata yang sangat biasa dalam bahasa Inggris bisa tidak dicantumkan oleh sebuah kamus. Misalnya, kamus bahasa Inggris-Belanda saya tidak menyebut bottle factory meskipun ia benar-benar menyebut bottle baby, bottle bank, bottleneck, dan sejumlah kata lainnya yang berawal dengan kata bottle. Walaupun begitu, saya tidak memiliki masalah dalam memahami judul novel The Bottle Factory Outing yang ditulis oleh Beryl Bainbridge. Apa yang kamus tangkap adalah pengguna bahasa Inggris mengetahui kata bottle dan kata factory, serta mengetahui kata majemuk bottle factory mengacu pada sebuah perusahaan, bukan pada jenis botol tertentu. Adalah benar sekali bahwa kedua konstituen kata itu menetukan jenis apa sesuatu yang dimaksud oleh kata majemuk tersebut. Ini merupakan fakta sistematis dalam bahasa Inggris. Karena itu, sesorang bisa memahami arti dari bottle factory tanpa harus pernah menemui kata itu sebelumnya. Hal tersebut berguna pada kata yang jauh lebih kompleks seperti bottle factory outing. Contoh ini menggambarkan aspek kreatif dari ilmu morfologi, yakni ia mampu membuat kita mengerti atau menandai kata-kata baru. Ilmu morfologi selanjutnya bisa berarah kepada kreatifitas yang diatur aturan (rule-governed creativity) dalam penggunaan bahasa. Jika kita ingin dipahami, ekspresi linguistik baru kita seharusnya mematuhi aturan-aturan suatu bahasa. Adalah aturan inilah yang menjadikan setiap pengguna bahasa bisa membuat dan memahami ekspresi bahasa yang ia tak pernah temui sebelumnya.
Contoh-contoh ilmu morfologi yang dibahas sejauh ini berasal dari bahasa Inggris. Alasan untuk pilihan ini pada bab pendahuluan merupakan alasan yang praktis: bahasa Inggris merupakan bahasa yang semua pembaca buku ini dianggap bisa memahaminya. Bahasa Inggris tidaklah pilihan yang tepat ketika seseorang hendak membahas sifat dasar sistem morfologis secara umum, tentu juga tidak dalam ranah infleksi. Meskipun demikian, bahasa Inggris mempunyai sistem infleksi yang relatif miskin di mana hanya beberapa distingsi atau perbedaan gramatikal yang bisa ditunjukkan. Sebagai misal, apabila bahasa Inggris hanya mempunyai empat bentuk berbeda dari kata kerja beraturan seperti kata WALK, maka bahasa Roman seperti bahasa Perancis, Italia, dan Spanyol mempunyai sepuluh bentuk berbeda dari kata kerjanya. Kita hendaknya sadar akan perbedaan-perbedaan wajar ini yang ditemukan dalam pelbagai bahasa. Oleh karena itu, penting kiranya untuk melihat lebih luas terhadap varietas bahasa itu supaya bisa memperoleh gagasan yang baik terhadap kemungkinan-kemungkinan morfologis dari bahasa yang ada.

1.2. Morfologi Sintagmatik dan Paradigmatik
Istilah ‘morfologi’ telah diambil alih oleh biologi yang mana digunakan untuk merujuk pada studi terhadap bentuk-bentuk tanaman dan binatang. Penggunaan pertama yang terekam adalah dalam tulisan-tulisan dari penyair dan penulis Jerman Goethe pada tahun 1796. Lantas pertama kali digunakan untuk tujuan linguistik pada tahun 1859 oleh seorang ahli bahasa berkebangsaan Jerman bernama August Schleicher (Salmon 2000) guna mengacu pada studi terhadap bentuk kata-kata. Dalam ilmu bahasa dewasa ini, istilah ‘morfologi’ mengacu pada kajian atau studi tentang struktur internal kata-kata, dan tentang korespondensi bentuk-arti sitematis antarkata. Pikirkan rangkaian kata bahasa Inggris berikut:
(1) a. buy         b. buyer
         eat              eater
         paint           painter
         sell              seller
         send            sender
Pada kumpulan kata di atas kita bisa melihat korespondensi bentuk-arti yang sistemik. Kata-kata dalam (1b) berbeda dengan kata-kata yang ada dalam (1a) di mana mereka mempunyai bagian penambahan –er, serta perbedaan makna berkaitnya adalah: setiap kata dalam (1b) mempunyai arti “seseorang yang melakukan seperti kata kerjanya” (KK), di mana kata kerjanya berarti mempunyai keterkaitan makna dalam kata-kata kerja yang ada di (1a). Ini merupakan dasar untuk merujuk sebuah kata seperti buyer mempunyai konstituensi morfologis internal, yakni buy –er. Perbedaan-perbedaan bentuk antara dua bagian kelompok kata di atas mengarah pada dua peropertinya, yaitu: kata-kata dalam (1b) mempunyai rangkaian bunyi tambahan [ər] (atau [ə] dalam pelafalan Inggris British baku) dibandingkan dengan kata-kata dalam (1a), serta mereka merupakan kata-kata benda (KB), sedangkan kata-kata yang ada di deretan (1a) adalah kata kerja (KK) semua. Perbedaan artinya pun sangatlah jelas yaitu: kata-kata benda dalam (1b) mempunyai arti terkait dari kata-kata kerja yang ada di kumpulan (1a), serta mempunyai arti ekstra disebabkan oleh hadirnya –er. Karena kata-kata benda itu berwujud menjadi lebih kompleks secara formal dan semantis daripada kata-kata kerjanya, maka kita bisa mengatakan bahwa kata-kata benda itu telah mengalami derivasi atau telah diturunkan dari kata-kata kerjanya. Maka dari itu, terdapat suatu direksi atau arahan dalam hubungannya antara kedua kumpulan kata di atas. Kata buyer merupakan bentuk kata kompleks karena ia terbentuk dari dua konstituennya buy dan –er. Kata buy, di sisi lain, merupakan bentuk kata simpleks karena ia tak dapat diurai lagi ke dalam unit yang lebih kecil dan tetap mempunyai arti, kecuali hanya ke dalam segmen bunyinya saja.
Pemikiran ‘sistemtis’ dalam definisi morfologi yang diutarakan di atas adalah penting. Sebagai misal, kita bisa melihat sebuah perbedaan bentuk dan perbedaan arti berkaitan antara kata benda bahasa Inggris ear dengan kata kerja hear. Akan tetapi, pola ini tidaklah sistematis.  Tidaklah ada pasangan kata yang leih kecil lagi serta kita tidak dapat membentuk kata kerja bahasa Inggris baru dengan hanya menambahkan h- ke dalam sebuah kata benda. Tidaklah mungkin ada kata kerja berupa to heye dengan artinya ‘melihat’ yang diturunkan dari kata benda eye. Karena itu pasangan/gabungan kata semacam itu tidak relevan dalam morfologi. Selanjutnya kita tidak menerima konstituensi morfologis dalam bahasa Jerman fressen ‘makan oleh binatang’ meskipun ia membentuk pasangan atau gabungan dengan kata essen ‘makan’ karena tidak ada konstituen morfologis fr- yang terjadi di gabungan kata lainnya. Kata fressen dan essen pada kenyataannya berkait secara historis (fr- diturunkan dari kata Jermania awal fra-) tapi kata fressen tidak lagi menjadi kata kompleks. Maka dari itu kata-kata bisa hilang statusnya sebagai kata kompleks.
Keberadaan kata-kata terkait dengan perbedaan bentuk-arti yang sistematik bersifat krusial ketika menentukan struktur morfologis terhadap sebuah kata. Kata-kata bahasa Belanda berikut merujuk tentang jenis-jenis ikan yang berakhir dengan –ing:

(2) bokking  ‘ikan gembung’, haring ‘ikan haring’, paling ‘belut’, witjing ‘ikan witing’

Kendatipun demikian, kita tidak mempertimbangkan –ing ini sebagai sebuah konstituen morfologis dengan arti ‘ikan’ karena tidak ada kata-kata bahasa Belanda yang berkoresponden dengan kata bok, haar, paal, dan witj sekaligus dengan artinya yang terkait dengan kata-kata berakhiran –ing).
Dua kumpulan kata yang ditunjukkan pada (1) membentuk paradigma. Istilah ‘paradigma’ di sini digunakan dalam makna yang umum untuk merujuk serangkaian unsur-unsur linguistik berikut dengan properti biasa.  Semua kata pada (1a) merupakan kata kerja (verba), lalu membentuk kata benda yang berakhiran –er. Dalam definisi kita perihal morfologi sebagaimana telah disampaikan di atas tadi, kita melihat dua perspektif yang berbeda. Tatkala kita berbicara tentang morfologi sebagai studi tentang korespondensi bentuk-arti yang sistematik antara kata-kata suatu bahasa, maka kita mengambil suatu perspektif paradigmatik karena kita mengampu perlengkapan atau properti dari kelas-kelas kata yang merupakan titik awal untuk analisis morfologis. Ketika morfologi didefinisikan sebagai suatu kajian tentang struktur konstituen internal kata, maka kita sebenarnya mengambil perspektif sintagmatik.
Kita membedakan dua perspektif yang berbeda ini pada bahasa karena unit bahasa memperlihatkan hubungan-hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Mereka mempunyai hubungan sintagmatik apabila mereka disatukan ke dalam unit bahasa yang lebih besar. Sebagai contoh, kata-kata the dan book mempunyai hubungan sintagmatik dalam frase the book. Sebaliknya, determiner a dan the adalah berhubungan secara paradigmatik, yakni mereka adalah bagian dari determiner dalam bahasa Inggris, serta dua-duanya bisa muncul di awal sebuah frase benda, walaupun  tidak pernah bisa muncul bersamaan, seperti *the a book. Mereka adalah milik paradigma determiner bahasa Inggris.
Jarak atau instantiasi yang jelas terhadap pendekatan sintagmatik dengan morfologi adalah morfologi berdasar morfem (morpheme-based morphology). Dalam pendekatan ini, fokusnya adalah pada analisa kata ke dalam konstituen morfemnya. Yaitu, morfologi di antaranya dirasa sebagai sintaksis morfem, sebagai serangkaian prinsip untuk menggabungkan morfem-morfem ke dalam kata. Morfem, bahan utama pembangun morfologis dari kata, didefinisikan sebagai unit bahasa minimal dengan suatu arti leksikal ataupun gramatikal. Sebagai contoh, kata benda buyer terdiri dari dua morfem, buy dan –er. Morfem verba buy disebut morfem bebas atau leksikal, karena ia bisa berdiri sebagai sebuah kata, sedangkan –er merupakan sebuah afiks (imbuhan) selanjutnya disebut morfem terikat yang tak bisa berfungsi sebagai kata atau tak bisa berdiri sendiri sebagai kata. Ini ditandai oleh tanda strip (-) yang berada di depan morfem ini, artinya ia membutuhkan morfem lain muncul sebelumnya dalam bentuk kata. Setiap morfem ini didaftar dalam daftar morfem bahasa Inggris; eat sebagai morfem berkategori verba (V), dan –er sebagai morfem afiks berkategori nomina (N) yang dispesifikasikan muncul setelah kata-kata kerja atau verba (V--). Pengkhususan afiks –er ini menjadikannya sebagai subkategori afiks yang bergabung dengan verba, serta kita bisa sebutkan kemudian sebagai properti subkategorisasi dari afiks. Struktur morfologis kata eater bisa dilambangkan sebagai berikut:
(3) [[eat]v  [er]N-aff]N
Kata kompleks ini dapat diciptakan melalui mekanisme umum dari rentetan, atau istilahnya konkatenasi (concatenation), yaitu kombinasi unsur-unsur ke dalam rangkaian lurus. Kata ini dibentuk dengan baik karena permintaan akhiran –er supaya muncul setelah verba bisa terpenuhi. Faktanya bahwa gabungan morfem ini merupakan kata nomina, bukan verba, mengikuti generalisasi bahwa sufiks bahasa Inggris menentukan kategori kata kompleks yang ia ciptakan, yakni karena –er merupakan akhiran kata benda, maka seluruh kata yang berakhiran begitu adalah kata benda jadinya.
Jadi, pengguna bahasa bisa menentukan kata-kata polimorfemik (kata-kata yang terdiri lebih dari satu morfem) melalui konkatenasi morfem, serta dari morfem-morfem dengan kata-kata yang dirinya merupakan polimorfemis. Contoh berikut merupakan formasi dari kata kerja tranquilize yang diderivasi dari kata tranquil melalui penambahan –ize. Bentukan tranquilizer bukanlah hal tentang proses konkatenasi tiga morfem. Justru, ia merupakan operasi dua-langkah. Pertama, morfem terikat –ize telah ditambahkan ke dalam adjektiva simpleks tranquil yang menghasilkan kata kerja tranquilize. Berikutnya morfem terikat –er ditambahkan kemudian ke dalam kata kerja ini. Struktur morfologis kata ini makanya menjadi struktur yang tersekat dan bisa dilambangkan dalam bentuk pengurungan terlabel atau sebagai sebuah pohon (Gambar 1.1). Singkatnya morfologi bisa dilihat sebagai sintaksis morfem, sebagai serangkaian prinsip yang memberitahu anda bagaimana cara menggabungkan morfem bebas dan terikat menjadi kata yang terbentuk dengan benar. 
[[tranquill]A[ize]Vaff]V[er]Naff]N

         N


 


  V


A         Vaff                  Naff

ranquill  ize                     er

Gambar. 1.1`. Struktur morfologis tranquilizer
Pendekatan sintagmatik ini bisa dipertentangkan dengan pendekatan paradigmatik dalam morfologi. Dalam pendekatan yang terakhir, penciptaan kata kompleks baru terlihat pertama dan paling utama sebagai ekstensi atau perluasan pola sistematik dari hubungan bentuk-arti dalam suatu rangkaian kata-kata mapan pada kasus-kasus baru, yang menghasilkan kata-kata baru. Ketika kita telah menemukan pola sistematik di belakang kata-kata pada (1), kita akan bisa memperluas pola, sebagai misal, kata kerja swim, yang menghasilkan kata swimmer.
(4) Pola [x]v :  [x-er]N    “seseorang yang melakukan seperti dalam verba (Vs);  swim ‘berenang’ : swimm-er ‘perenang’
(Variabel x berarti penyekat segmen bunyi kata kerja). Dalam glosa “seseorang yang melakukan seperti Vs, simbol V berarti arti dari kata kerjanya. Glosa tersebut menandai bahwa nomina yang berakhir –er mempunyai suatu arti yang menghantarkan arti yang dimaksud dalam kata kerjanya.
Dalam pendekatan ini, tak bisa dihindari bahwa kata swimmer terdiri dari dua konstituen morfem, namun mereka bukanlah penyangga bangunan dasar. Justru, kata-kata dan hubungan antara kata-kata membentuk titik asal/pemberangkatan analisis morfologis, serta morfem-morfem mempunyai status skunder di mana mereka muncul sebagai unit-unit analisis morfologis. Morfem-morfem terikat seperti –er tidak mempunyai entri-entri leksikal pada dirinya sendiri, serta hanya muncul sebagai bagian kata-kata kompleks serta sebagai pola morfologis abstrak seperti (4).
Dari sudut pandang akuisisi bahasa perspektif paradigmatik pada kata-kata kompleks merupakan titik awal dari analisis morfologis. Ketika menerima bahasa ibu, seseorang harus menemukan keberadaan pola-pola morfologis pada basis kata-kata individual yang ditemukan dalam data input. Hanya ketika pengguna bahasa memperoleh jumlah kata-kata yang tipe sejenis, barulah mereka bisa berkesimpulan pada pola abstrak sistematik pada rangkaian kata-kata terkait yang bisa dipakai guna penentuan kata-kata baru.
Pola paradigmatik ini bisa memperoleh sebuah penafsiran sintagmatik juga: pola dapat ditafsirkan sebagai sebuah aturan morfologis untuk pelampiran morfem-morfem terikat menuju kata. Yaitu, hubungan-hubungan paradigmatik dapat diproyeksikan pada aksis sintagmatik struktur bahasa. Pola pada (4) dapat ditafsirkan sebagai aturan morfologis berikut:
(5)  [x]v → [[x]v er]N “seseorang yang seperti Vs”
Aturan ini menyampaikan bahwa kata-kata benda dengan arti tertentu (agen nomina) dapat diturunkan dari leksem verba dengan menambahkan afiks –er ke dalam bentuk verbanya. Di sisi kiri tanda panah itu, permintaan properti kata-kata input dispesifikkan, di sisi kanannya properti formal dan semantik kata-kata output. Tanda panah mengindikasikan arahan operasi (input kiri, output kanan). Asumsi aturan morfologis afiks-spesifik seperti itu berarti bahwa morfem-morfem terikat tidaklah hadir dengan sendirinya sebagai hal-hal leksikal, tetapi hanya sebagai bagian aturan-aturan morfologis. Sebagai akibatnya, kita bisa memperoleh representasi yang sedikit berbeda dari struktur morfologis dari kata tranquillizer dalam Gambar 1.2. (bandingkan dengan Gambar 1.1.)
         N


 


  V
A
tranquil  ize                  er
Gambar 1.2. Struktur morfologis tranquillizer tanpa label afiks
Daripada mengasumsikan suatu aturan untuk pola formasi-kata ini, seseorang bisa juga mengungkapkan regularitas ini dalam bentuk sebuah templat untuk penentuan kata-kata benda yang mempunyai –er dari bentuk berikut yang secara formal sejajar dengan aturan morfologis (5):
(6) [x]v er]N “seseorang yang seperti Vs”
Pendekatan rentetan atau konkatenasi morfem serta aturan berdasar-leksem sebenarnya bisa mengarahkan ke analisis-analisis mirip terhadap struktur kata.pada kedua pendekatan, kata benda polimorfemik swimmer akan mempunyai struktur internal [ [swim]v er]N. tetapi kita seharusnya menyadari bahwa aturan (5), aturan penafsiran dari pola kata yang diperluas, mempunyai kecenderungan paradigmatik: bukanlah sebuah aturan tentang konkatenasi morfem, namun ia mengkhususkan operasi formal dan semantik (pelekatan afiks dan perubahan arti) pada leksem. Sama halnya templat atau rumus (6) adalah suatu skema yang abstrak yang mengkhususkan properti biasa dari rangkaian kata-kata, tetapi bisa juga digunakan sebagai ‘bumbu’ untuk membuat kata-kata baru.
Penting sifatnya bahwa aturan morfologis dapat mengambil kata-kata mapan (established) sebagai input-inputnya. Jika kata polimorfemik yang mapan mempunyai properti idiosinkretis, properti atau perlengkapan ini akan muncul dalam kata-kata yang diderivasikan darinya. Contohnya, kata benda kompleks transformation mempunyai suatu arti yang terkonvensionalisasikan khusus dalam sintaksis generatif (perubahan struktur sintaktik). Selanjutnya, arti idiosenkretis yang sama akan muncul dalam adjektiva transformational yang diturunkan dari kata bendanya transformation. Hal yang kurang lebih sama, kata sifat atau adjektiva edible tidak hanya berarti bahwa sesuatu dapat dimakan, tetapi juga sesuatu dapat dimakan dengan aman. Aspek arti idiosinkretis untuk kata edible ini terjadi dalam kata benda turunan edibility. Oleh karena itu, kita harus mengijinkan untuk leksem-leksem polimorfemik mapan yang berfungsi sebagai dasar formasi-kata. Maka dari itu aturan-aturan morfologis harus berdasar leksem.
Tantangan khusus untuk pendekatan berdasar morfem dalam morfologi adalah kehadirannya operasi morfologis yang tidak terdiri dari konkatenasi morfem, yang disebut morfologi non-konkatenatif (non-concatenative morphology). Bentuk-bentuk kala lampau dari kata-kata kerja tak beraturan bahasa Inggris, sebagai misal, tidaklah dibuat melalui penambahan morfem pada kata akarnya, tetapi dengan penggantian vokal-vokal seperti dalam sing-sang, dan grow-grew. Contoh lain (diambil dari Kutsch Lojenga 1994) adalah bahwa Ngiti, sebuah bahasa Sudanik-Pusat Kongo memanfaatkan nada-nada untuk membedakan kata-kata terkait morfologis. Bentuk jamak dari sejumlah kata-kata benda dibuat dengan menggantikan nada-nada dua silabel terakhir (rangkaian nada Tengah dan nada Bawah) dari kata benda regular (beraturan) oleh nada Tinggi. (Aksen yang mencolok mengindikasikan nada-nada Rendah dan Tinggi secara berurutan, ketidakhadiran aksen menunjukkan nada Tengah).  
(7) TUNGGAL                       JAMAK
      mảlimỏ                              malimỏ            ‘guru’
      kamả                                  kậmậ                ‘ketua’
      mậlậyikậ                            mậlậyikậ          ‘malaikat’
Proses pembentukan nomina ini tidak dapat disampaikan secara langsung dalam pendekatan sintagmatik karena tidak ada penambahan morfem (tonal). Pola ini dapat diungkapkan secara langsung dalam soal paradigmatik, sebagai perbedaan sistematik dalam bentuk (pola nada) yang berkaitan dengan distingsi semantik antara tunggal dan jamak. Pemikiran dari keberaturan yang demikian itu bisa terlihat seperti dalam (8) di mana templat-templat untuk kata benda tunggal dan jamak dari Ngiti diberikan:
(8) […VM.VL.]Nsg, […VH.VH.]Npl
Superskrip-superskrip L, M, dan H menunjukkan nada yang ditentukan vokal (V), serta Vs berarti dua vokal terakhir dari kata-kata tersebut.
Ada beberapa kasus formasi-kata paradigmatik tempat kata baru dibentuk dengan penggantian satu konstituen dengan yang lain. Sebagai contoh, kata majemuk bahasa Belanda boeman mempunyai arti idiosenkretis “oger, momok”. Pasangan wanita atau betinanya boevrouw telah nyata-nyata ditentukan dengan menggantikan konstituen man ‘laki-laki’ dengan vrouw ‘wanita’ daripada dengan secara langsung menggabungkan boe dan vrouw ke dalam sebuah kata majemuk, menyampaikan fakta bahwa kedua kata majemuk tersebut membagikan arti idiosinkretis ini. Kasus formasi-kata semacam ini tidak dapat diterima dalam pendekatan sintagmatik murni, tidak juga dalam pendekatan berdasar morfem, pun berdasar aturan. Ia didasarkan pada kata-kata khusus serta karenanya kasus tipikal dari analogi:
(9)  man  :  vrouw  =  boeman  : boevrouw           “momok betina” 
Definisi yang diorientasikan secara paradigmatik perihal morfologi yang disampaikan di atas mengungkapkan secara langsung bahwa morfologi merupakan hal berdasar leksem. Leksem-leksem membentuk titik pemberangkatan untuk proses morfologis. Dalam formasi leksem (atau formasi kata) kita menciptakan leksem-leksem baru pada dasarnya adalah leksem-leksem lain, sedangkan dalam infleksi, bentuk-bentuk khusus dari leksem itu dikomputasikan (lebih baik kita katakan formasi kata ketimbang formasi leksem guna menghindari kesalah-pemahaman). Proses-proses formasi kata dan infleksi keduanya membentuk bagian gramatika morfologis.
Morfologi bersinggungan dengan kedua bentuk dan arti ungkapan-ungkapan bahasa. Lalu, seseorang bisa menakar morfologi sebagai gramatika kata, bahwa bagian dari gramatika yang membicarakan hubungan-hubungan bentuk-arti antar kata. Dengan kata lain, ia merupakan rangkaian aturan korespondensi antara bentuk dan arti kata. Peristilahan ‘gramatika kata’ merupakan pertentangan dari ‘gramatika kalimat’, suatu gramatika yang menjelenterehkan hubungan-hubungan sistematik antara bentuk dan arti pada tingkat kalimat.

1.3. Fungsi-fungsi Morfologi
Dua fungsi dasar operasi morfologis adalah (i) penciptaan kata-kata baru (yaitu leksem-leksem baru), dan (ii) pengungkapan bentuk yang tepat terhadap suatu leksem dalam konteks sintakti tertentu.
Contoh untuk fungsi pertama, formasi leksem, diberikan pada bagian 1.1: penjelasan kata bottle factory dari hadirnya leksem bottle dan factory. Morfologi selanjutnya menyediakan alat untuk memperluas rangkaian kata suatu bahasa melalui cara sistematik. Pembicaraan tentang bottle factory sebenarnya merupakan kasus pemajemukan, di mana dua leksem digabung ke dalam sebuah kata majemuk yang baru. Dalam tipe kata formasi yang lain, derivasi ditunjukkan dengan kata swimmer, yang dibuat dari operasi morfologis pada leksem, sedangkan dalam pemajemukan, dua leksem atau lebih digabung menjadi sebuah kata baru.
Mengapa kita perlu kata-kata baru? Satu alasan yang jelas adalah bahwa pengguna bahasa membutuhkan ungkapan-ungkapan baru untuk obyek-obyek yang baru, atau untuk konsep-konsep baru. Ketika ada suatu entitas atau konsep “factory for the productions of bottles” (pabrik untuk pembuatan botol), adalah sangat mudah untuk bisa mengacu pada konsep semacam itu dengan satu kata yaitu bottle factory ketimbang menggunakan kata-kata panjang. Jadi, formasi kata mempunyai suatu fungsi pelabelan (labeling function). Menciptakan label kata untuk jenis entitas, peristiwa, atau peralatan baru bisa mempunyai keuntungan pragmatik tambahan yakni ia mengarahkan pada terlibatnya konsep baru. Sebagai contoh, kata construction grammar telah diciptakan untuk merujuk suatu aliran pemikiran linguistik tertentu di mana istilah ‘construction’ (konstruksi) memainkan peran yang penting. Dengan mengambil label ini, aliran linguistik baru telah berdiri, serta ide-idenya akan mengarahkan perhatian dengan lebih mudah. Verba-verba baru pun diciptakan untuk menyampaikan tipe-tipe peristiwa atau kegiatan yang baru, seperti verba-verba bahasa Inggris dengan –ize: legal-ize “melegalkan”, tranquil-ize “menenangkan” yang kesemuanya mengungkapkan hal yang menyebabkan atau mengakibatkan suatu peristiwa.
Akan tetapi, ini tidak hanya fungsi satu-satunya formasi kata. Fungsi penting yang lain adalah pada soal rekategorisasi sintaktik: yakni dengan menggunakan kata-kata terkait secara morfologis yang sebenarnya berkategori sintaktik berbeda, kita bisa memperoleh variasi stilistika dan kohesi teks, seperti yang diperlihatkan pada contoh-contoh berikut (dari Kastovsky 1986: 595):
(10) He made fists….He defisted to gesture
       If that’s not civil, civilize it, and tell me.
       [….] and whether our own conversation doesn’t sound a little potty. It’s the pottiness, you    know, that is so awful.
Alasan pragmatik penyebutan kata-kata baru ditemukan dalam ranah atau domain morfologi evaluatif (evaluative morphology). Dalam banyak bahasa bentuk-bentuk diminutif (diminutive) kata-kata tidaklah digunakan secara menonjol untuk mengindikasikan ukuran kecilnya suatu obyek, tetapi untuk memberikan evaluasi positif ataupun negatif. Contohnya, nomina diminutif bahasa Portugis avozinho (dari avo ‘kakek’) berarti “kakak yang tersayang” daripada “kakek yang kecil”, serta dalam bahasa Belanda kata benda diminutif baantje ‘pekerjaan’ yang diturunkan dari baan ‘pekerjaan’ digunakan untuk merujuk pada suatu pekerjaan tanpa prestise. Fenomena yang terkait adalah dengan digunakannya bentuk-bentuk atenuatif (attenuative). Morfem bahasa Inggris –ish acap kali digunakan untuk menyampaikan maksud ‘semacam, tidak sebenarnya’. Ketika kita menggunakan nine-ish ketimbang nine (sembilan) sebagai waktu untuk sebuah janji, kita bermaksud bahwa kita tidak mengharap orang untuk di sana jam sembilan tepat. Jadi, kita bisa menggunakan morfologi untuk menyampaikan perasaan-perasaan subyektif kita terhadap sesuatu atau untuk melemahkan atau merelatifkan suatu maksud.
Fungsi infleksi utamanya adalah terkait dengan pembuatan bentuk-bentuk leksem, meliputi bentuk-bentuk yang benar dari suatu leskem yang cocok dengan konteks-konteks tertentu. Contohnya, dalam klausa bahasa Inggris, verba harus bersetujuan dengan  subyek yang berkaitan dengan jumlah (tunggal atau jamak) dan orang (ketiga atau non-ketiga), serta ini menentukan pilihan antara walk atau walks: dalam klausa dengan kala kini, walks harus dipilih jika subyeknya adalah orang ketiga tunggal, daripada walk. Dalam banyak bahasa, bentuk kata benda ditentukan oleh konteks sintaktiknya, serta setiap kata benda mempunyai sejumlah kasus (cases). Sebagai contoh, kata benda bahasa Polandia KOT ‘kucing’ mempunyai bentuk-bentuk kasus seperti yang ditunjukkan pada (11). Kita lantas menyebut kelompok bentuk kata yang terstruktur ini sebagai paradigma infleksional (inflexional paradigm) terhadap leksem ini (catat bahwa ini lebih spesifik penggunaan istilah ‘paradigma’ seperti yang diperkenalkan di atas pada bagian 1.2). Istilah ‘paradigma infleksional’ bisa juga digunakan untuk menunjuk pola infleksi yang abstrak, sekelompok sel yang dilabel di mana kata-kata tersebut berada. Sebagaimana terbaca atas paradigma kasus ini, tatkala leksem KOT muncul dalam posisi obyek langsung maka ia berada dalam kasus akusatif. Bentuk kata kota harus dipakai jika ia mempunya arti tunggal, serta bentuk koty jika ia bermakna jamak. Yakni, salah satu bentuk akusatifnya harus dipilih untuk posisi sintaktik ini.
(11)
                                                TUNGGAL                JAMAK
NOMINATIF                         kot                               kot-y                ‘kucing, subyek’
GENITIF                                kot-a                            kot-ow             ‘milik kucing’
DATIF                                    kot-u                            kot-om             ‘pada kucing’
AKUSATIF                            kot-a                            kot-y                ‘kucing, obyek’
INSTRUMENTAL                 kot-em                         kot-ami            ‘dengan kucing’
LOKATIF                               koci-e                          kot-ach                        ‘di kucing’
VOKATIF                              koci-e                          kot-y                ‘oh kucing’

Fungsi morfologi yang lain adalah bahwa hubungan antara kalimat dalam sebuah teks bisa ditentukan dengan menggunakan pemarkah morfologis pada soal koreferesialitas (coreferentiality). Dalam bahasa Wambon, sebuah bahasa di Papua Nugini (contoh-contoh dari de Vries 1989: 62), bentuk-bentuk verba mempunyai bentuk Subyek Sama (SS) dan Subyek Berbeda (SB) (1SG = orang pertama tunggal, 3SG = orang ketiga tinggal, NF = non-futur).
(12) Nukhe oye khetak-mbel-o                   topkeka-lepo
        I          pig     see-SS-COORD            flee-1SG PAST
      “I saw a pig and I fled’
      (aku lihat seekor babi dan aku lari)
(13) Nukhe    oye   khetakha-lev-o                        topkeka-tmbo
        I             pig    see-1SG.NF.DS-COORD       flee-3SG.PAST
       “I saw a pig and it fled”
       (Aku lihat seekor babi dan ia lari).
Kedua contoh itu terdiri dari dua klausa dengan unsur koordinat  -o yang mengkaitkan kedua klausa ini. Morfem koordinatif ini disematkan pada kata kerjanya di klausa pertama. Kata khetakmbelo pada contoh (12) mempunyai bentuk Subyek Sama yang mengindikasikan bahwa dalam kedua klausa kita mempunyai subyek yang sama “I”. Pada (13), di sisi lain, kata khetakhalevo adalah bentuk Subyek Berbeda yang menunjukkan bahwa subyek klausa berikutnya adalah berbeda juga. Bukanlah “I” tetapi babi (pig) yang lari. Jenis penandaan subyek ini disebut ‘switch reference’.  

1.4. Morfologi dan Leksikon
Kumpulan leksem suatu bahasa terdiri dari dua subbagian, yaitu: leksem simpleks dan leksem kompleks. Leksem-leksem ini terdaftar dalam leksikon dalam pengertian bahwa mereka merupakan unit yang diadakan dan dikonvensionalkan. Sebuah leksem kompleks seperti NINISH adalah leksem bahasa Inggris yang terbentuk baik, tetapi tidak perlu didaftar ke dalam leksikon karena ia benar-benar berbentuk beraturan (regular) serta tidak adanya keterlibatan konvensionalisasi.
Leksikon mengkhususkan perlengkapannya dalam setiap kata, berikut bentuk fonologisnya, properti sintaktik dan morfologisnya, serta artinya. Struktur dasar dari entri-entri leksikal untuk leksem swim dan swimmer bisa terlihat berikut ini:
(14)    /swim/                          /swimər/
           [x]v                              [[x]v er]N
       SWIMACTIVITY                       PERSON PERFORMING SWIM ACTIVITY
Baris pertama dalam entri leksikal ini mengkhususkan bentuk fonologis dari leksem-leksem ini: serangkaian segmen bunyi antara tanda garis miring. Di baris kedua, informasi kategori serta struktur internal morfologis dari sebuah kata dispesifikasikan. Baris ketiga, arti leksem dispesifikasikan, di sini ditunjukkan oleh penggunaan huruf kapital yang ditulis kecil. Subskrip ACTIVITY menandai tipe kejadian yang diungkapkan oleh verba ini. Entri leksikal lantas mengungkapkan suatu korespondensi antara bagian-bagian fonologis, sintaktik, dan semantik dari informasi seperti halnya juga rumus atau templat morfologis yang benar-benar sama pada level yang lebih abstrak, dalam gaya yang lebih general serta dengan variabel-variabel yang mengambil tempat properti leksem yang ada.
Sebagian besar kata kompleks telah diturunkan oleh salah satu variabel proses formasi-kata suatu bahasa. Memang, seperti yang kita lihat di atas, salah satu fungsi utama morfologi adalah untuk memperluas kumpulan kata-kata yang ada. Ketika sebuah kata kompleks terbentuk, bisalah kemudian diterima sebagai sebuah kata dari suatu bahasa. Ini berarti bahwa ia digunakan lebih dari satu pengguna aslinya, serta pada kesempatan-kesempatan berbeda, dan bahwa pengguna bahasa akan mengenalinya sebagai kata yang pernah mereka temui sebelumnya. Kumpulan kata yang telah diterima berfungsi kemudian sebagai norma leksikal atau konvensi leksikal dari bahasa tersebut. Misalnya, dalam bahasa Inggris British mesin yang digunakan untuk menarik uang dari rekening seseorang dari suatu bank disebut cash dispenser, dan di bahasa Inggris Amerika disebut dengan automatic teller machine (ATM). Kenyataannya ada kemungkinan juga untuk menggunakan kata majemuk money machine untuk peralatan ini, namun kata-kata yang sudah ada dan mapan berfungsi sebagai sebuah norma leksikal, lalu mereka bisa menghambat atau menghentikan penciptaan kata majemuk money machine itu. Artinya, leksikon yang berperan sebagai unit leksikal yang telah mapan itu bisa mempunyai efek hambat (blocking effect) untuk penciptaan kata-kata baru. Ini tidak berarti bahwa money machine menjadi kata yang berbentuk jelek, namun mungkin penggunaannya bisa jadi kurang tepat.
Saat sebuah kata telah menjadi sebuah kata yang mapan, kita mengatakan bahwa ia telah dileksikalkan. Suatu efek penting dari leksikalisasi dari kata-kata kompleks adalah bahwa salah satu konstituen katanya bisa hilang, sedangkan kata kompleks tetap ada. Sebagai contoh, kata kerja bahasa Belanda vergeet “lupa” tidak lagi mempunyai pasangan simpleksnya geet, tidak seperti pasangan dalam bahasa Inggris forget yang mana kata terkaitnya get benar-benar eksis. Kita bisa mempertimbangkan, maka dari itu, kata vergeet sebagai kata kompleks secara formal (formally complex word). Ia masih berlaku sebagai kata kerja kompleks karena ia memilih bentuk past participle-nya tanpa ada prefiks ge-, seperti kata-kata kerja berprefiks lainnya di bahasa Belanda. Contohnya, past participle kata kerja berprefiks ver-wacht ‘mengharap’ (diturunkan dari dari kata kerja wacht ‘menunggu’) adalah verwacht. Mirip halnya dengan vergeet, kala partisipel lampau atau past participle-nya adalah vergeeten, bukan *gevergeten. Ini bisa dikontraskan dengan kata kerja verbaliser ‘mendenda’ di mana bagian ver- tidak mempunyai status prefiks. Bentuk past participle kata kerja ini adalah ge-verbaliseer-d dengan hadirnya prefiks ge-.
Istilah ‘leksikalisasi’ juga digunakan untuk fenomena terkait yakni kata-kata mapan yang mempunyai properti yang bersifat idiosinkretis dan tak bisa diprediksi. Arti ‘honeymoon’, misalnya, tidak bisa diprediksi bila dikaitkan dengan arti dari konstituen leksemnya yaitu honey dan moon, serta hal ini meminta kata majemuk tersebut untuk didaftar sebagai leksikon. Ini disebabkan karena mempunyai perlengkapan idiosinkretis sehingga menjadikannya sebagai kata, tapi sebenarnya itu tak selamanya benar. Justru ia adalah kata kompleks yang didaftar serta mempunyai properti yang dapat diprediksi dan hal ini terjadi hanya karena ia merupakan kata yang mapan, dan berada dalam konteks norma leksikon.
Istilah ‘leksikon’ mengacu pada simpanan semua informasi yang berkaitan dengan kata-kata yang telah ada dan ungkapan-ungkapan yang telah berkembang lainnya. Ia merupakan entitas bahasa yang abstrak, dibedakan dari istilah kamus yang mengacu pada sumber-sumber praktis dari informasi leksikal bagi pengguna bahasa yang berwujud dari bahan kertas atau listrik. Kamus tidak akan pernah menyediakan cakupan penuh terhadap leksikon dikarenakan oleh keterbatasan ukuran dan permintaan dari penggunanya serta dikarenakan leksikon terus mengalami perkembangan dan perubahan setiap harinya. Pemikiran atau peristilahan ketiga yang terkait di sini adalah berupa leksikon mental, yakni representasi mental terhadap pengetahuan leksikal di dalam otak seorang pengguna bahasa. Leksikon mental seseorang selalu lebih kecil daripada leksikon dalam rasa bahasa. Artinya, tak ada yang menguasai semua kata yang ada dalam sebuah bahasa. Kemudian, leksikon mental memamerkan suatu asimetri antara produksi dan persepsi, yaitu kita memahami mungkin lebih dari lima kali kata-kata yang ada dalam bahasa ibu kita daripada jumlah kata-kata yang kita gunakan, dalam konteks produksi bahasa.
Dalam banyak bahasa, morfologi benar-benar penting untuk ukuran leksikon. Dalam semua bahasa Eropa, jumlah kata kompleks yang ada jauh lebih tinggi daripada jumlah kata simpleks. Akibatnya, aturan morfologis mempunyai dua fungsi, yakni: ia mengarah pada bagaimana leksem baru dan bentuk kata bisa dibuat, serta ia berfungsi sebagai ‘aturan redundansi’ (redundancy rules) yang berkait dengan kata-kata kompleks yang ada dalam bahasa.  Misalnya, informasi leksikal LOVER adalah kata benda, dan arti dari kata ini terdiri dari hal yang berhubungan dengan kata kerjanya LOVE, yang nota bene merupakan informasi redundan atau berlebih. Contoh-contoh semacam ini dijelaskan di (5). Sebaliknya, informasi bahwa kata benda ini merupakan kata mapan dalam bahasa Inggris, berikut dengan arti idiosinkretis “pecinta pria” merupakan informasi leksikal yang non-redundan dan tak bisa diprediksi.
Pola-pola morfologis dari kata benda yang berakhiran –er terbentuk dari kata kerja bisa dikatakan produktif (productive). Derivasi kata benda berakhiran –er dari kata kerja ini adalah produktif dalam bahasa Inggris, namun derivasi kata benda dengan imbuhan –th yang diambil dari kata sifat tidaklah demikian. Sulit sekali untuk diperluas kumpulan kata berjenis seperti depth, health, length, strength, dan wealth. Marchand (1969: 349) telah mengamati beberapa penandaan kata seperti coolth (setelah warmth), tetapi mencatat akhirnya bahwa kata-kata seperti itu sering kali terkesan lucu sekali, dan kemudian tidak sama sekali mewakili pola produktif.  Jika kita ingin menandai kata benda bahasa Inggris yang berkata dasar kata sifat, kita justru harus menggunakan akhiran –ness atau –ity. Sehubungan dengan pola yang tak produktif, aturan morfologis yang ada berfungsi sebagai aturan redundansi saja, bukan sebagai aturan penciptaan kata-kata baru.
Simpanan leksikal dari bentuk-bentuk morfologis kompleks juga relevan di dalam ranah infleksi. Sebagai contoh, bahasa Belanda mempunyai dua akhiran jamak untuk kata bendanya, -s dan -en. Yang kedua umumnya digunakan untuk kata-kata yang terdiri dari satu suku kata (satu silabel). Dalam konteks kata benda monosilabik seperti boon “kedelai”, bentuk jamak regulernya adalah bon-en, sebagaimana diperkirakan. Akan tetapi, untuk kata zoon ‘anak’ baik bentuk irregulernya zoon-s maupun bentuk regulernya zon-en keduanya bisa digunakan. Selanjutnya, bentuk jamak zoon-s harus ditempatkan sebagai leksikon.
Sistem morfologis bukanlah satu-satunya sumber dari kata-kata kompleks. Ada paling tidak tiga sumber lainnya, yaitu: peminjaman, frase dijadikan kata, dan penciptaan kata.
Dalam konteks peminjaman (borrowing), bahasa-bahasa Eropa telah meminjam banyak kata dari bahasa Yunani dan Latin, dengan sering kali bahasa Perancis sebagai bahasa penjembatan. Pertimbangkan daftar kata-kata kerja bahasa Belanda di bawah ini dan glosa-glosanya dalam bahasa Inggris:
(15) deduceer              ‘deduce’
       inducer                 ‘induce’
       producer               ‘produce’
       reducer                 ‘reduce’
       reproducer            ‘reproduce’
Kata kerja seperti producer bisa dianalisa ke dalam tiga bagian: pro-duc-eer, yaitu ia merupakan kata yang bersifat polimorfemik. Konstituen –eer merupakan bagian yang sering muncul pada kata-kata lain, dan demikian halnya juga dengan –duc-. Deretan imbuhan de-, in-, pro-, dan re- juga merupakan unsur yang bisa terlihat dalam kata-kata kerja ini. Namun demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa kata-kata kerja ini telah diciptakan oleh sebuah aturan morfologi bahasa Belanda ataupun bahasa Inggris karena tidak ada leksem DUC di mana kata-kata ini bisa diturunkan. Malah, kata seperti producer diciptakan dengan memindahkan kata kerja bahasa Latin yang asli producere, dan dengan mengadopsi bentuknya dengan hanya menggeser akhirannya saja dari –ere ke –eer. Sifat polimorfemik kata-kata tersebut telah mengarah pada munculnya leksikon pan-Eropa, yaitu persediaan yang begitu besar terhadap kata-kata kompleks dari bahasa-bahasa utama di Eropa.
Sumber kedua kata kompleks yang bersifat non-morfologis adalah univerbasi (membuat jadi kata) dari sejumlah frase. Frase-frase bisa meleksikalisasikan diri ke dalam kata-kata, dan lalu muncullah kata kompleks. Contoh-contoh dari bahasa Inggris seperti jack-in-the-box, forget-me-not (kata benda), dan dyed-in-the-wool, down-at-heel, over-the-top (kata sifat). Berikut kata-kata bahasa Belanda yang semuanya mulai dengan te- yang aslinya preposisi, bentuk asal dari to dalam bahasa Inggris:
(16)  te-gelijker-tijd                     ‘secara bersamaan’
         te-rug                                  ‘punggung’
         te-vreden                             ‘damai, puas’
         te-zamen                             ‘bersama-sama’
Pada contoh pertama, tegelijkertijd, tiga konstituennya jelas-jelas bisa dilihat dan artinya pun relevan. Kata gelijk ‘sama, identik, dan tijd ‘waktu’ merupakan kata bahasa Belanda terkini (bentuk dari gelijk digunakan di sini adalah gelijker dengan akhiran infleksi lama –er). Karenanya, tegelijkertijd adalah kata kompleks dan polimorfemik. Maka fakta bahwa kata yang polimorfemik tidak menyiratkan bahwa ia tercipta dari aturan morfologis. Contoh kedua, kata terug juga menarik karena ia mencoba menggambarkan masalah yang terus terjadi sehubungan dengan kajian bagi para ahli bahasa, yaitu kapan kita menganggap sebuah kata sebagai kata kompleks? Meskipun rug ‘punggung’ adalah kata bahasa Belanda, ia tetap dilihat jika kita mempertimbangkan kata terug sebagai kata simpleks atau kompleks. Nyatanya, banyak penutur asli tidak menyadari kata rug dalam terug dikarenakan begitu abstraknya arti kata terug itu yang sudah tak lagi berhubungan dengan bagian dari badan manusia.
Pengguna bahasa bisa juga membuat kata baru dengan cara penciptaan kata (word creation) atau pemabrikan kata (word manufacturing). Berikut jenis-jenisnya:
(17)  Pemaduan: kombinasi bagian pertama sebuah kata dengan bagian kedua, misalnya: brunch <breakfast + lunch (sarapan + makan siang), stagflation <stagnation + inflation (stagnasi + inflasi).
Akronim: kombinasi kata huruf pertama suatu kata, diucapkan kemudian dengan aturan fonetis kumpulan huruf-huruf ini jadi satu: Bahasa Perancis SVP <S’il vous plait “silakan’; bahasa Belanda KLM <Koninklijke Luchtvaart Maatschappij ‘perusahaan penerbangan bangsawan’; bahasa Inggris CD “compact disc, SMS “Short Message Service’.
Kliping: satu silabel atau lebih dari sebuah kata, seperti mike <microphone, demo <demonstration, bahasa Perancis labo <laboratoire, bahasa Jerman Uni <Universität.
Dalam kaitannya dengan kata majemuk, hanya satu di antaranya yang bisa diperpendek seperti dalam bahasa Jerman U-Bahn <Untergrund-bahn ‘metro’, bahasa Inggris e-mail “electronic mail’, and FAQ-list “frequently askd questions list’. Dalam elipsis, konstituen yang pertama diambil untuk mewakili seluruhnya seperti dalam bahasa Belanda VU <VU-Zickenhuis “Rumah Sakit Universitas Gratis’ (VU sendiri adalah akronim untuk Vrije Universiteit). Perbedaan antara arti rumah sakit dan universitas dari akronim tersebut masih diungkapkan karena ketiga kata ini berbeda dalam gender, kemudian selanjutnya memilih artikel definitif yang berbeda: het VU (rumah sakit) versus de VU (universitas).
Ketimbang istilah kliping, para ahli bahasa pun menggunakan istilah trunkasi (truncation) terutama kaitannya dengan formasi nama-nama orang yang mempunyai beban efektif dan fungsi sebagai hipokoristik (hypocoristics). Dalam banyak kasus, silabel tertekan (stressed syllable) dari bentuk penuh adalah inti nama yang ditrunkasi yang terdiri dari satu atau dua silabel (aksen mengindikasikan tekanan kata).
(18) Bahasa Inggris    Dave <David, Liz <Elizabeth, Kate <Katherine, Sue <Susan
       Bahasa Belanda   Hans < Johannes, Henk < Hendrik, Sanne < Suzanne
       Bahasa Perancis   Dom < Dominique, Val < Valerie, Fab < Fabrice
       Bahasa Spanyol    Dina < Alexandrina, Marga , Margarita, Neto < Ernesto.
Trunkasi dapat beroperasi berkait dengan penambahan akhiran. Dalam bahasa Inggris akhiran –y atau –ie dapat ditambahkan ke bentuk yang tertrunkasi, dalam bahasa Jerman nama-nama trunkasi ini bisa berakhiran dengan –i, -e, atau –o:
(19) Bahasa Inggris   Becky < Rebecca, Suzy < Suzanne, commie < communist
       Bahasa Jerman    Andi < Andreas, Daggi < Dagmar, Fundi < Fundamentalist, Wolle < Wolfgang, Realo < Realist
Karakteristik dari penciptaan kata adalah bahwa ia menggunakan reduksi untuk penciptaan kata-kata baru, tidak seperti morfologi normal. Sebagai akibatnya, arti kata baru tidak dapat diturunkan dari bentuknya secara langsung, dan karenanya ia kekurangan transparansi semantik. Dalam kasus pemaduan, sebagai contoh, bagian-bagian konstituen yang menentukan arti tidak sepenuhnya hadir dalam kata dan kemudian arti tidak bisa dilingkupi kembali dari konstituen-konstituen ini. Pada stagflation, bagian stag- dan –flation tidak mempunyai arti dalam diri masing-masing dengan arti ‘stagnation’ dan ‘inflation’. Jadi, pengguna bahasa Inggris tidak bisa mengetahui apa yang dimaksud kata stagflation ketika mendengar atau membacanya untuk pertama kali, tidak seperti pada kasus saat seseorang menemui kata bottle factory untuk pertama kalinya. Ini juga berlaku pada kasus akronim, yaitu jika anda tidak tahu akronim tertentu, tak ada jalan untuk menemui artinya dengan dasar pengetahuan anda pada bahasa saja. Dalam kasus kliping, bentuk penuhnya tidak bisa diliputi dengan dasar kliping serta karenanya artinya pun tidak bisa diprediksi meskipun kadang-kadang memungkinkan untuk ditebak. Penciptaan kata lantas berbeda dengan formasi-kata dalam arti morfologis yang sangat kasar, di mana arti kata yang baru saja terbuat bisa dilingkupi kembali dari apa yang ada di konstituennya, serta ia merupakan bentuk wajar dari penggunaan bahasa. Kekurangan transparannya kata-kata ini mendorong munculnya kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang bisa mengerti kata-kata yang dipendekkan ini dan maka dari itu kata-kata tersebut bisa mempunyai nilai sosiolinguistik. Ini juga bisa menghadirkan keintiman (seperti yang terlihat dalam kasus nama-nama yang ditrunkasi) atau informalitas (bahasa Jerman Uni lebih informal daripada Universität).
Peninjauan penciptaan kata tidak mengabaikan sekumpulan korespondensi arti-bentuk kata yang khusus itu. Ada juga istilah echo-word-formation, yaitu sejenis reduplikasi, seperti dalam bahasa Inggris zigzag, chitchat, bahasa Perancis fou-fou atau dengan kata-kata berima (bahasa Belanda ietsiepietsie ‘sedikit’, ukkepuk ‘anak kecil’), dan istilah sound symbolism (simbolisme bunyi) dalam kata yang mulai dengan susunan bunyi yang sama. Sebagai contoh, kata-kata yang berawal dengan sw- secara khas merujuk pada pergerakan melambung (sweep, swing, swingle, dan lain-lain), serta kata-kata bahasa Belanda berikut semuanya mengacu pada hal-hal yang tak menyenangkan, yang terbelit: krijs ‘berteriak’, kramp ‘kram’, krank ‘sakit’, krimp ‘mengkerut’.
Kemiripan pada tingkat yang lebih abstrak antara morfologi dan ciptaan kata adalah bahwa keduanya didasarkan pada pola-pola hubungan paradigmatik di antara kelompok-kelompok kata.
Sejauh ini kita telah melihat bahwa sekelompok kata yang mapan (yang telah ada) bisa diperluas atau diperbesar dengan berbagai cara. Akan tetapi, leksikon tidak hanya sekelompok kata tetapi juga terdiri dari kelompok kata. Misalnya, bahasa Inggris (seperti sebagian besar bahasa Jermania) mempunyai banyak kombinasi partikel kata kerja, juga disebut frase verba (phrasal verbs) seperti to look up yang jelas-jelas terdiri dari dua kata yang tak bisa terpisahkan.
(20) a. The student looked up the information
        b. The student looked the information up
Kata kerja look up tidak bisa menjadi satu kata karena dua bagiannya bisa dipisahkan, seperti pada kalimat (20b). Asumsi dasar dalam morfologi adalah hipotesa Intergitas Leksikal (Lexical Integrity), yaitu konstituen-konstituen kata kompleks tidak bisa dipisahkan atas dasar aturan sintaktik. Taruhlah secara berbeda: kata-kata yang bertindak sebagai atom atau inti yang berkaitan dengan aturan sintaktik itu, yang tidak dapat terlihat di dalam kata tersebut dan melihat bagian struktur morfologisnya saja. Selanjutnya, perpindahan up ke akhir kalimat seperti contoh (20b) hanya bisa diperhatikan atau diterima jika look up merupakan kombinasi dua kata. Artinya, frase verba seprti look up merupakan benar-benar unit leksikal namun bukan kata. Kata merupakan subbagian dari unit leksikal bahasa. Cara lain yang bisa dikatakan tentang hal ini adalah bahwa look up merupakan sebuah listeme namun bukan sebuah leksem bahasa Inggris (DiSciullo dan Williams 1987).
Contoh-contoh lain perihal unit-unit multi kata leksikal adalah kombinasi nomina adjektifa seperti red tape, big toe, atomic bomb, dan industrial output. Frase-frase tersebut merupakan istilah mapan untuk mengacu pada jenis entitas tertentu, lalu mereka harus didaftar sebagai leksikon. Beberapa bahasa cenderung mengacukan unit-unit multi kata pada kata kompleks secara morfologis. Ini bisa dicontohkan pada kata-kata dalam bahasa Papua di Papua Nugini.
Simpulannya, morfologi hanya merupakan salah satu cara untuk memperluas leksikon suatu bahasa, yakni ada cara-cara lain yang bisa digunakan untuk menciptakan unit-unit leksikal serta sekelompok kata kompleks bisa diperlebar dengan cara lain daripada dengan formasi-kata reguler.

1.5. Tujuan-tujuan Morfologi
Kata morfologi bisa digunakan dalam dua cara, yaitu ia mengacu pada subdisiplin ilmu bahasa (linguistics), tetapi ia juga bisa ditempatkan untuk mengacu pada bagian gramatika bahasa yang mengandung aturan-aturan untuk infleksi dan formasi kata, yaitu gramatika kata itu. Ambiguitas semacam ini juga berlaku dalam kata-kata seperti fonologi, sintaksis, dan semantik. Ketika kita membicarakan tujuan-tujuan morfologi, jelaslah arti pertama kata di atas adalah sangat relevan di sini.
Mengapa para ahli bahasa ingin berkecimpung di morfologi? Alasan pertama adalah bahwa ia merupakan tugas para ahli bahasa itu untuk menjabarkan dan menganalisa bahasa-bahasa dunia seakurat dan sejelas mungkin. Selanjutnya mereka diharuskan berhubungan dengan fenomena morfologis suatu bahasa, serta karena itu diperlukan sekumpulan peralatan untuk penjabaran ini. Morfologi menyediakan peralatan, sejumlah istilah analitis yang akan dibahas lebih mendetail pada Bab 2. Tujuan kedua yang terkait dari para ahli bahasa tersebut adalah akan mengembangkan tipologi bahasa, yakni dimensi-dimensi apa yang dimiliki berbeda oleh sejumlah bahasa, serta bagaimana dimensi yang bervariasi ini berhubungan dan terbatasi? Apakah semua bahasa mempunyai morfologi? Apakah ada penjelasan-penjelasan perihal kemiripan dan perbedaan morfologis antar bahasa/ jenis-jenis morfologi yang kita temui dalam bahasa dunia akan dibicarakan lebih mendetail pada Bagian II (formasi kata) dan Bagian III (infleksi).
Ketiga, morfologi merupakan kajian yang mengarah pada sifat dasar sistem bahasa serta pada bahasa manusia yang alami. Sebagai contoh, morfologi sangat jelas memperlihatkan bahwa struktur bahasa mempunyai dua sudut, sudut sintagmatik dan sudut paradigmatik. Morfologi juga berperan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat dasar aturan-aturan linguistik berikut dengan organisasi internal daripada gramatika bahasa-bahasa alamiah tersebut. Dengan demikian kita bisa mengetahui lebih perihal arsitektur bangunan bahasa manusia serta perihal sifat dasar kreativitas yang berdasar aturan dalam lingkup bahasa (Bagian IV).
Akhirnya, morfologi bisa digunakan untuk mendapatkan wawasan yang lebih baik berupa bagaimana aturan-aturan linguistik berfungsi dalam persepsi dan produksi bahasa, serta bagaimana pengetahuan linguistik secara mental bisa dipresentasikan. Bukti psikologis dan historis keduanya pun menyoroti persoalan ini. Jadi, morfologi memberi sumbangsih terhadap tujuan ilmu pengetahuan kognitif yang menelusuri kemampuan-kemampuan kognitif umat manusia (Bagian V).

Rangkuman
Morfologi, studi tentang struktur internal kata, berhubungan dengan bentuk-bentuk leksem (infleksi), serta dengan cara-cara di mana leksem-leksem tersebut terbentuk (formasi-kata). Kata baru dibuat dengan dasar pola-pola korespondensi bentuk-arti antara kata-kata yang ada. Hubungan-hubungan paradigmatik antarkata sangatlah penting, dan morfologi tidak bisa diterima sebagai ‘sintaksis morfem’ atau sintaksis pada level kata’. Morfologi bertugas untuk memperluas leksikon, sekumpulan kata-kata mapan suatu bahasa, tetapi tidak hanya sumber unit-unit leksikal saja, dan bahkan tidak semata-mata sumber untuk kata-kata kompleks yang juga muncul melalui proses peminjaman, univerbasi, dan penciptaan kata.
Kata-kata yang mapan (simpleks ataupun kompleks) suatu bahasa didaftar sebagai leksikon, istilah linguistik abstrak, yang dibedakan dari peristilahan ‘kamus’ ataupun ‘leksikon mental’. Aturan-aturan morfologis mempunyai dua fungsi, yaitu mereka menspesifikkan properti-properti yang bisa diperkirakan dari kata kompleks yang dianggap sebagai leksikon, serta mengarahkan bagaimana kata-kata baru dan bentuk-bentuk kata bisa dibuat.
Morfologi sebagai subdisiplin linguistik bertujuan untuk penjabaran bahasa secara cukup, untuk penjabaran perkembangan tipologi bahasa serta untuk memberi sumbangan pada perdebatan perihal pengorganisasian gramatika dan representasi mental akan kompetensi linguistik.
APAKAH MORFOLOGI ITU? APAKAH MORFOLOGI ITU? Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Februari 18, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.