Hawa yang panas membara
Menusuk dada menyusuri rongga
Pelepah jiwa tertinggal di dermaga senja
Kemarin lusa
Karena lupa, sebuah niscaya usia
Makin berjalan makin terasa
Kekeringan jiwa terantuk awan pekat
Meski tertadah kopiah iman yang tebal
Hawamu semakin merajah saja
Mengapa engkau begitu rupa?
Salah apa bumi padamu, hei mentari?
Tidakkah engkau saatnya berkompromi
Karena kala ini musim hujan?
Mengapa engkau marah dengan sikapmu?
Ah, ternyata engkau sedang mencoba:
Ingin tau tentang seberapa besar otak dibanding batu Benjon?
Bahwa di atas semua itu, engkau penguasa
Lalu membiarkan semua meleleh dengan hasrat yang tak terbentuk.
Mataram, 9 Januari 2018
Puisi: KALA SIANG
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
Januari 09, 2018
Rating:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar