PERIODESASI PENJAJAHAN (PENAKLUKAN) BALI ATAS LOMBOK VERSI ALFONS VAN DER KRAAN [1]
Disarikan oleh: Dr. H. Nuriadi Sayip
Disarikan oleh: Dr. H. Nuriadi Sayip
Selama sebagian terbesar abad ke-17, Lombok telah menjadi ‘pokok perselisihan’ antara Raja Bali dari Karangasem dan orang Makassar yang beroperasi dari Sumbawa. Pada awalnya, bidang-bidang pengaruh Bali dan Makassar berkembang di bagian-bagian yang berbeda di pulau itu. Permulaan abad ke-17, orang Bali dari Karangasem (baca: rakyat dan pasukan kerajaan Karangasem Bali) menyeberangi Selat Lombok, mendirikan sejumlah pemukiman dan membentuk kekuasaan politik atas Lombok Barat. Pada sekitar waktu yang sama, orang Makassar dari Sumbawa – yang telah tunduk kepada Makassar tahun 1618 – menyeberangi Selat Alas dan mendirikan kekuasaan politik atas Lombok Timur. Masyarakat-masyarakat Sasak yang ditemui oleh orang Bali dan Makassar sangat berbeda. Meskipun orang Bali menemukan masyarakat Sasak yang kokoh di Lombok Barat – tidak ada tanda-tanda adanya aristokrasi Sasak, atau sesuatu yang bisa dianggap sebagai pusat kekuasaan (sebagai simbol aristokrasi Sasak). Di Lombok Timur, sebaliknya, benar-benar ada aristokrasi pribumi dan juga sebuah pusat kekuasaan Sasak, yaitu kerajaan Selaparang.
Perselisihan-perselisihan skala besar yang pertama antara orang-orang Bali dan Makassar terjadi tahun 1677. Pada tahun itu, pasukan-pasukan Bali menerobos hutan yang memisahkan Lombok Barat dan Lombok Timur, dan dibantu oleh kelompok-kelompok ningrat Sasak menggulingkan orang Makassar itu setelah sejumlah pertempuran kecil-kecilan. Ketika orang Bali merusakbinasakan pusat kekuasaan Selaparang tahun 1678, orang Makassar itu telah kalah secara keseluruhan. Tetapi kemenangan ini tidak berarti bahwa orang Bali telah menguasai sepenuhnya Lombok Timur. Sebenarnya, masih memakan waktu kira-kira 150 tahun sebelum kekuasaan orang Bali berdiri dengan mantap di daerah ini.
Selama kurun waktu 1678-1849 Bali memantapkan kekuasaan politik mereka. Penentang-penentang utama mereka adalah kelompok ningrat Sasak yang, dalam setiap kemungkinan, berusaha merebut kekuasaan di tingkat distrik setempat atau kelompok desa. Pada umumnya otonomi ningrat Sasak nampaknya berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesatuan dan kekuasaan orang Bali.
Permusuhan orang Bali dan Sasak dapat dilihat dalam empat periode. Empat tahap ini merupakan bukti periodisasi historis penaklukan (penjajahan) Bali terhadap Sasak sebelum Perang Praya (1891) dan upaya peng-undang-an Belanda (mulai 1892) oleh para ningrat Sasak. Keempat periode itu adalah:
1. Periode Pertama
Periode pertama dari 1678-1740, orang Bali meneruskan gerakan mereka ke arah timur. Nampaknya mereka telah maju sejauh Sumbawa, akan tetapi di sana mereka gagal memperoleh pengaruh politik yang langgeng. Akan tetapi, mereka benar-benar berhasil menciptakan supremasi mereka di Lombok, seperti diungkap dalam Babad Lombok. Bagian dari Babad ini melukiskan bahwa faktanya ningrat-ningrat Sasak saling bermusuhan, yang akibatnya salah satu di antara mereka mengundang orang Bali ke Lombok bagian Timur. Orang Bali itu, dengan bantuan dari beberapa distrik, menguasai seluruh distrik lainnya yang kemudian berhasil pula membangun kekuasaan politik pada beberapa distrik yang awalnya membantu mereka, seperti (1) distrik Praya dan Batukliyang membayar upeti dengan darah (apeti getih); (2) Pejanggik, Langko, dan Parwa membayar upeti dengan uang (apeti picis) dan (3) distrik Sokong dan Bayan membayar upeti dengan kapas (apeti kapas).
2. Periode Kedua
Tahap atau periode kedua yang dapat dilihat dengan jelas dalah masa ketika Gusti Wayan Tegeh menguasai Lombok, kira-kira dari 1740 sampai 1775. Selama dasawarsa-dasawarsa ini orang Bali nampaknya telah dapat mempertahankan kekuasaan mereka atas orang Sasak. Orang Bali disatupadukan sehingga hanya sedikit kemungkinan untuk timbulnya distrik-distrik Sasak yang merdeka. Dalam segi apapun tidak ada tanda-tanda penentangan yang berarti terhadap kekuasaan Bali pada masa ini.
3. Periode Ketiga
Periode ketiga mulai dari tahun 1775 sampai 1838 adalah suatu masa perpecahan di kalangan orang Bali itu sendiri. Segera setelah meninggalnya Gusti Wayan Tegeh tahun 1775, perselisihan-perselisihan mengenai penggantinya menimbulkan terbentuknya dua kepangeranan yang bersaingan. Sekitar tahun 1800 perselisihan-perselisihan selanjutnya terjadi di kalangan dinasti itu yang memecahkan dua kepangeranan ini lagi, sehingga pada awal abad ke-19 berdirilah empat kepangeranan yang bertentangan di Lombok Barat – yaitu: kerajaan Cakranegara (disebut juga Karangasem Lombok), Mataram, Pagesangan, dan Pagutan. Selama puluhan tahun kekuasaan Bali atas Lombok Timur menjadi lemah, dengan demikian memberikan kesempatan bagi ningrat-ningrat Sasak untuk mengambil kembali distrik atau wilayah mereka.
4. Periode Keempat
Periode keempat ini merupakan tahap terakhir yang berlangsung dari tahun 1838 sampai 1849. Pada era ini orang-orang Bali disatukan lagi. Pada tahun 1838 rasa permusuhan yang telah berlangsung lama antara kepangeranan-kepangeranan yang bersaingan itu mencapai puncaknya. Pada bulan Januari tahun itu, Raja Mataram, Gusti Ketut Karangasem, dibantu oleh pasukan-pasukan dari Karangasem Bali, pedagang Inggris (George Morgan King) dan bandar Bugis Ismaila, memulai tindakan permusuhan terhadap Raja Cakranegara, Ratu Ngurah Panji, yang dibantu oleh Pagesangan, Pagutan, Mads Lange pedagang dari Denmark, dan sejumlah ningrat Sasak. Perang terjadi, dan berlangsung selama enam bulan. Akhirnya, pada tahun 1838 pasukan kerajaan Mataram dapat menaklukkan Puri Cakranegara dan Ratu Ngurah Panji tewas bersama 300 pasukannya, sehingga Raja Mataram dapat memenangkan peperangan tersebut. Tidak lama setelah penyatuan orang-orang Bali, Lombok di bawah dinasti Karangasem cabang Mataram, Ratu Agung-Agung Ketut melancarkan serangan-serangan militer di Lombok Timur yang menyebabkan daerah ini sekali lagi dibawa ke dalam kekuasaan Bali. Akhirnya, dalam tahun 1849, Raja menyatukan Karangasem dan Lombok.
Menariknya, ciri yang paling menonjol dari masyarakat Lombok dalam bagian terakhir abad ke-19 adalah kedudukan politik-kekuasaan yang kuat dari orang Bali. Sebagai hasil penaklukan itu, aristokrasi Bali, triwangsa yang dipimpin oleh Raja, telah menjadi golongan penguasa satu-satunya atas pulau Lombok. Kedudukan yang paling tinggi yang dapat dijabat oleh seorang anggota aristokrasi Sasak yang kalah, yang disebut perwangsa, hanyalah sebagai kepala desa atau pengutip pajak untuk kepala distrik (punggawa).****
[1] Sumber: “LOMBOK, Penaklukan, Penjajahan, dan Keterbelakangan 1870-1940”, Dr. Alfons van der Kraan, Mataram: Lengge Printika, 2009, hal. 5-8, selain beberapa Website terkait, seperti cakepane.blogspot.com.
Gambar: https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/perang-lombok-1894-pertempuran-sengit-di-puri-cakranegara_57ef91c5e8afbd972989070d
PERIODISASI PENJAJAHAN (PENAKLUKAN) BALI ATAS LOMBOK VERSI ALFONS VAN DER KRAAN
Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum
on
Desember 31, 2017
Rating:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar