BEDIE, Media Silaturrahim Lama Orang Sasak

BEDIE
(Model Media Silaturrahim Lama Orang Sasak)

Oleh: H. Nuriadi Sayip

Salah satu tradisi orang Sasak yang sudah memudar adalah "Bedie". Yakni, sebuah tradisi yang biasanya dilakukan oleh orang desa ke orang  yang sudah dianggap sukses secara perekonomian di perkotaan, atau di desa yang lain. Tradisi yang secara sepintas bisa dinilai sebagai cara mengemis secara halus kepada orang yang dianggap sukses. Namun sejatinya tidak seperti itu. Ia merupakan cara atau tradisi untuk mempertautkan atau memperkuat silaturrahim, rasa kekeluargaan atau persahabatan yang sudah lama terjalin secara turun-temurun.

"Bedie" beda dengan "Mekir". Kalau Mekir itu adalah murni datang ke rumah orang, baik yang dikenal maupun tidak, dalam rangka untuk meminta-minta dengan bahasa dan gaya mengemis. Pada saat meminta, dia tidak segan-segan menunjukkan muka yang memelas. Dan ketika dikasih, dia tidak memberi sesuatu. Tidak seperti yang ada di aktifitas bedie, yang mana si pelaku memberi sesuatu, meskipun barang yang diberi bisa jadi juga sebagai pancingan atau pemantik untuk diberi imbalan yang lebih bernilai.

Memang, apabila dilihat secara behavioral, tidaklah sepenuhnya salah jika orang menilai tradisi ini sebagai metode mengemis. Kenapa demikian? Itu karena metodenya memang biasanya orang dari desa datang ke rumah keluarga atau sahabat lama membawa barang-barang hasil bumi dan/atau laut seperti sayur-mayur, kacang, kedelai hijau, gurita, ikan dan sebagainya. Kemudian, barang-barang bawaan itu diganti dengan barang-barang yang lebih mahal seperti beras setengah karung, kopi, gula, dan barang termasuk pakaian habis pakai, uang, dan hal lainnya yang sekiranya agak sulit didapati oleh mereka di desa atau kampung. Pada konteks inilah Bedie dapat dinilai sebagai "ngemis saru" atau cara mengemis yang halus.

Lebih-lebih di beberapa tempat peristiwa ini acap kali muncul di perkotaan, utamanya di perumahan-perumahan, di mana, misal, seorang ibu-ibu (yang tidak dikenal sebelumnya) datang di depan rumah dengan membawa barang-barang berupa sayur-mayur yang minta dibeli atau ditukar dengan barang yang setimpal. Dengan suara sedikit memelas, dia menyuguhkan barang bawaan itu untuk diambil atau dibeli oleh pemilik rumah. Pada peristiwa ini, beberapa orang berpendapat bahwa hal itu juga peristiwa bedie. Iya ya, boleh saja dikatakan demikian, namun hemat saya, hal itu tidaklah termasuk konsep bedie yang murni. Ini lebih tepat dikatakan berjualsn dengan cara barter.

Dalam pandangan saya, bedie yang murni itu adalah model lama untuk menjalin silaturrahim atau mempererat tali perekatan kekeluargaan yang jarang terjalin karena jarak. Dikatakan jarang, hal ini karena dia atau mereka datang ke keluarga atau sahabatnya di kota atau desa lain dalam sekali setahun atau sekali dua tahun. Jadi jarang sekali. Oleh karena itu, mereka datang ke sana bukanlah semata-mata minta ini iti berupa barang imbalan atas bawaannya, namun karena ingin menjalin atau mempererat rasa persaudaraan atau persahabatan antar mereka dan keluarga masing-masing.

Biasanya orang yang datang bedie dari desa/kampung itu tinggal beberapa hari, biasnya satu minggu, di rumah keluarga atau sahabat yang ada di kota atau tempat lain. Selama di sana, dia ikut mengerjakan apa-apa yang bisa dikerjakan untuk membantu pemilik rumah. Di sela-sela itu, orang yang bedie ini pun ikut pergi mengkuti acara pemilik rumah. Dalam konteks ini orang yang bedie itu dianggap sebagai tamu jauh yang dihormati. Di masyarakat  Sasak, tamu dianggap sebagai pembawa rejeki bagi pemilik rumah, karena itu kehadiran orang bedie harus dihormati.

Oleh karenanya, tradisi bedie bukanlah cara mengemis namun cara silaturrahim kepada keluarga atau sahabat lama yang sudah cukup lama tidak bertemu. Bedie, dalam hal ini, berperan sangat signifikan. Hal ini dikarenakan ia menjadi "media" yang efektif untuk menjalankan sunnah agama yang mendorong kita semua untuk terus-menerus melakukan silaturrahim. Sesungguhnya silaturrahim bisa memperpanjang umur dan membuka pintu rezeki, kata orang alim atau tuan guru. Lebih tepatnya, demikian ajaran agama yang dimaksud itu dinukil/didasari dari Hadits Nabi yang berbunyi: "Dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ingin lapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi." (HR. Bukhari) [Shahih No.5986]. Lantas orang Sasak sangat menyadari dan menjalankan perintah Rasulullah SAW terkait silaturrahim itu, salah satunya, dengan bedie. Singkatnya, tradisi bedie adalah pengejawantahan ajaran agama Islam, yang dianut oleh orang Sasak. "Sasak nu Selam, lumun endiq Selam endiqne Sasak", demikian tagline yang berkembang selama ini. Jadi, jangan sedkit-sedikit menilai sesuatu dengan simplifikatif, Saudara. SEKIAN

Mataram, 23 Mei 2022
Sumber: nuriadisayip.blogspot.com
BEDIE, Media Silaturrahim Lama Orang Sasak BEDIE, Media Silaturrahim Lama Orang Sasak Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Mei 23, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.