PERAQ API, Ikhtiar Menghidupkan Pengharapan

PERAQ API
(Ikhtiar Menghidupkan Pengharapan)

Oleh: H. Nuriadi Sayip

Pandangan hidup masyarakat Sasak benar-benar dibangun di atas visi religiusitas yang kuat. Akibatnya, hampir semua ritual dan praktik kebudayaan di masyarakat Sasak selalu dilandaskan pada aspek religiusitas tersebut. Religiusitas, dalam konteks ini, tidak serta-merta dikaitkan langsung dengan syariat fiqiyah. Namun, ia dikaitkan dengan teologi, ketauhidan, atau imani. Sasak, yang kata ahli merupakan asimilasi dari berbagai suku bangsa utamanya Melayu, selalu memandang bahwa eksistensinya adalah rahmat atau anugerah dari Yang Maha Kuasa, yang umumnya disebut Neneq Saq Kuase atau Se Epeang Ita. Karenanya, "batang" ritme kehidupan manusia Sasak adalah "hanif" (lurus), yang akhirnya disebutnya "lumbuq" (Lomboq). Lurus dan tulus di dalam menjalankan hidup sesuai dengan ajaran agama.

Sebagai implikasi konkret dari visi di atas, masyarakat Sasak kemudian membentangkan budayanya menjadi dua tunggal, yang disebut sebagai "Gawe Urip" dan "Gawe Pari" Gawe Urip merupakan serangkaian budaya yang muncul dan/atau dibiasakan sebagai tradisi, seremoni, dan ritual sejak awal mula kelahiran, sepanjang hidup, hingga menjelang akhir hidup. Sementara itu, Gawe Pati mengacu pada serangkaian ritual, tradisi, dan seremoni yang dibentuk dalam rangka ikhtiarnya supaya manusia Sasak yang meninggal bisa dikatakan meninggal secara terhormat, baik, dan mendapat keselamatan di alam barzah hingga masuk surga. Sepanjang prosesi gawe pati ini, tujuan dan motif utamanya adalah berdoa kepada Neneq Saq Kuase.

Dalam konteks budaya Gawe Urip tersebutlah, maka tradisi Peraq Api mempunyai sisi sentral. Peraq Api, atau Peraq Dapuh atau di beberapa tempat di Lombok disebut dengan Pedaq Api, merupakan tradisi ritual yang lakukan oleh orang tua dan keluarga besar kepada bayi yang baru lahir. Lagi-lagi, motif utamanya adalah berdoa atau mendapati ridha Yang Maha Kuasa semoga anak atau bayi yang baru saja lahir ke dunia itu bisa hidup selamat, bahagia, sehat, sukses, dan bermanfaat bagi orang tua, keluarga, agama, dan masyarakatnya. Dengan kata lain, prosesi Peraq Api (Peraq Dapuh) ini secara implisit dimaksudkan dalam rangka membangun pengharapan-pengharapan yang baik-baik dari orang tuanya kepada anaknya. Pengharapan itu tentunya senantiasa disandarkan pada doa yang tulus ikhlas. 

Peraq Api adalah, secara bahasa, memadamkan api unggun (dapuh) yang dinyalakan di dalam kamar tempat si bayi dan ibunya tidur. Api (dapuh) tersebut umumnya dinyalakan dengan menggunakan kayu bakar yang mempunyai barak api yang bisa tahan lama menyala. Api tersebut sehari-hari dipakai oleh ibunya untuk menghangatkan badan si bayi dan untuk mengeringkan tali pusar si bayi hingga bisa lepas atau putus dengan sendirinya. Tentu tidak hanya itu, tetapi menggunakan reramuan yang khusus diperuntukkan kepada bayi dan ibu si bayi sehingga tetap sehat.

Acara Peraq Api dilangsungkan kemudian pada hari keenam kelahiran si bayi. Mengapa hari keenam? Tidak ada informasi yang kuat terkait hal ini. Akan tetapi, hemat saya, ini dikarenakan ada firman Tuhan di dalam Al-Quran yang berkaitan dengan penciptaan alam semesta dalam enam hari. Namun terlepas dari dalil naqli tersebut, karena para leluhur Sasak sudah meyakini bahwa kesehatan raga si bayi untuk kuat menghadapi angin, hawa udara dan sinar matahari sesudah hari keenam. Sebelumnya memang sejak lahir sampai hari keenam, si bayi tidak dipeebolehkan dibawa keluar kamar, bahkan keluar rumah. 

Pada hari keenam, tepatnya di pagi hari, si bayi dan ibunya dibawa keluar rumah. Lalu, sebelum prosesi ritual Peraq Api (atau Peraq Dapuh) dimulai, pertama-tama si bayi diberikan dua carik kertas yang dilipat. Di dalam dua kertas itu dituliskan nama-nama untuk si bayi. Kedua kertas tersebut, ditaruh di kedua tangan si bayi. Apabila salah satu kertas tersebut bisa digenggamnya, maka itulah yang menjadi nama si bayi.

Kemudian, setelah itu, bayi dimandikan. Yang melakukan pemandian pertama umumnya sang Beliyan Nganak (Dukun Bayi), yang sejak awal dia telah terlibat dalam proses kelahiran si bayi, enam hari sebelumnya. 

Setelah si bayi dimandikan, kemudian sang Beliyan Nganak memberi "Sembeq" (tanda merah dari kunyahan lekes di kening dan dada si bayi), dan juga kepada ibu dan ayahnya si bayi. Harapannya adalah demi kesehatan dan keselamatan si bayi, khususnya supaya tidak diganggu oleh jin setan. Setelah itu, sang Beliyan merapal doa atau mantra dengan meniupkan ubun-ubun si bayi, lalu pelan-pelan sang Beliyan memutuskan tali pusarnya. Setelah itu, dia membubuhkan "Rapus" (tumbukan bersa campur ramuan rempah) di ubun-ubun si bayi. Kemudian setelah itu, sang Beliyan mulai memanasi (menghangatkan) pusar si bayi dan tubuh si bayi secara pelan-pelan hingga waktu tertentu. Setelah itu selesai, api unggun (dapuh) yang menemani si bayi dan ibunya di dalam kamar itu baru dimatikan. Jika sebelum prosesi ritual ternyata tali pusar si bayi putus, maka sang Beliyan menggunakan api unggun itu untuk menghangatkan tali pusat dan tubuh (biasanya kepalanya). 

Di saat yang sama, sudah ada piranti ritual yang harus disediakan di atas "dulang janggal", yaitu: (1), "lekes" yang ada di dalam "penginang kuning". Lekes itu berupa nginang dan rokok, yang ditemani di dalam penginang tersebut adalah (2) "kepeng bereng" dan (3) tali putih.  Ini biasanya dipakai untuk mengikat pinggang si bayi sebagai ikhtiar menjaga si bayi dari gangguan. Selain itu ada (4) lampin, yaitu kain pembungkus si bayi dan (5) lemput, atau kain yang khusus dipakai untuk menggendong si bayi. Ada juga disedikan (6) selawat, atau uang yang khusus diberi kepada sang Beliyan sebagai ungkapan terima kasih kepadanya atas bantuannya sejak kelahiran hingga acara Peraq Api berlangsung. Serta, piranti yang utama dan harus ada adalah (7) dupa yang dipakai dan dinyalakan oleh sang Beliayan sejak mulai acara ritual Peraq Api hingga selesai.

Di samping itu, beberapa macam makanan sudah disiapkan. Di antaranya adalah Moto Seong. Moto Seong adalah hidangan utama saat acara Peraq Api ini. Moto  Seong adalah beras yang disangrai hingga kering dan renyah lalu dicampur air gula merah dan parutan kelapa supaya manis dan gurih rasanya. Makanan ini kemudian dibagi-bagi kepada semua orang yang hadir dan semua tetangga. Saat dibagi, Moto Seong itu ditadah dengan lembaran daun hijau, yaitu daun waru. Ada juga yang menggunakan daun pisang dengan dibuat sedemikian rupa supaya bisa menadahi makanan Moto Seong tersebut. Moto Seong Peraq Api ini sangat identik. Mengapa identik, karena biasanya dibuat sedikit lebih manis dan lekat akibat banyaknya air gula yang menyertainya. Berbeda dengan Moto Seong saat acara ritual "Nemoeq" untuk doa keselamatan hewan ternak. Kemudian, setelah semua warga usai menyantap hidangan Moto Seong, itu arrinya acara ritual Peraq Api sudah selesai, lalu si bayi pun dibawa kembali ke dalam kamarnya.

Acara Peraq Api harus dilaksanakan pada oavi hari, tidak boleh dilakukan pada siang hari, apalagi sore atau malam hari. Acara itu seiring matahari mulai terbit di timur. Waktu Peraq Api ini sangatlah berkorelasi dengan keberadaan si bayi yang baru lahir. Dengan kata lain, waktu Peraq Api ini menyimbolkan pengharapan yang mana si bayi diharapkan bisa memulai hidup publiknya supaya bisa seindah, secerah, dan sehangatnya matahari pagi.

Dalam konteks itu, orang Sasak memandang bahwa gerak matahari menjadi simbolisasi alur hidup manusia yang nyata. Terbitnya matahari sebagai simbol kelahiran, puncak sinarnya matahari adalah kedewasaan dan kegemilangan/kesuksesan hidup, serta terbenamnya matahari adalah masa tua dan meninggalnya manusia. Simbolisasi inilah kemudian menjadi alasan mengapa acara Peraq Api harus dilaksanakan pada pagi hari. 

Akhirnya, Peraq Api (Peraq Dapuh) sejatinya merupakan konsepsi masyarakat Sasak yang sangat memahami tentang alur hidup manusia. Peraq Api menjadi "titik awal" dimulainya alur hidup itu. Meskipun demikian, di balik konsepsi tersebut, masyarakat Sasak senantiasa "menghadirkan" Kuasa Tuhan, yang menjadi penentu Qadaq dan Qadar manusia. Maka itu, Peraq Api menjadi ikhtiar awal untuk mensikronisasi antara Kuasa Tuhan dan Qada' dan Qadar manusia (si bayi) sehingga bisa berjalan sesuai pengharapan yang baik dari sudut pandang agama dan kemanusiaan. SEKIAN

Mataram, 24 Mei 2022
Sumber: nuriadisayip.blogspot.com
PERAQ API, Ikhtiar Menghidupkan Pengharapan PERAQ API, Ikhtiar Menghidupkan Pengharapan Reviewed by Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip S.S., M.Hum on Mei 24, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.